Cornelis: 700 Desa Lebih di Kalbar Belum Menikmati Listrik PLN 

JAKARTA, PRUDENSI.COM-Masalah energi juga menjadi perhatian serius Cornelis. Ia mengatakan hingga 2025 masih ada lebih dari 700 desa di Kalbar yang belum menikmati listrik PLN. Meski rasio elektrifikasi desa telah mencapai 94,23%, sebanyak 366 desa masih bergantung pada energi alternatif atau bahkan hidup tanpa listrik sama sekali.

Menurutnya, kesenjangan akses energi berdampak langsung pada kualitas hidup. Anak-anak di desa gelap harus belajar dengan penerangan seadanya, usaha kecil sulit berkembang, dan pelayanan publik seperti puskesmas tidak berjalan maksimal.

Ia mendorong pemerintah mempercepat program listrik desa dengan tiga fokus utama, yaitu sambungan untuk rumah tangga miskin, penguatan jaringan di wilayah sulit dijangkau, dan subsidi khusus bagi desa tertinggal. Cornelis menilai langkah ini sebagai bentuk keadilan sosial yang sejalan dengan amanat konstitusi.

Baginya, pemerataan energi menjadi fondasi nyata agar masyarakat desa bisa hidup sejajar dengan masyarakat kota. Pemerataan listrik akan membuka jalan bagi tumbuhnya pendidikan yang lebih baik, berkembangnya usaha kecil, serta meningkatnya layanan publik.

“Tanpa listrik, pemerataan pembangunan hanya akan menjadi slogan kosong,” tegasnya.

Tiga Pilar Perjuangan

Sebagai anggota Komisi XII, Cornelis konsisten memperjuangkan tiga pilar utama. Pertama, keadilan bagi daerah penghasil energi agar memperoleh porsi keuangan yang sepadan.

Kedua, pentingnya investasi di sektor energi yang tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Ketiga, jaminan agar hasil investasi benar- benar memberikan kesejahteraan nyata bagi masyarakat lokal.

Ia mencontohkan Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai daerah pemilihannya, yang merupakan penghasil bauksit terbesar nasional, namun hanya menerima porsi kecil dari hasil pajak industri tersebut. Ia juga prihatin atas ketimpangan antara besarnya investasi dan tingkat kesejahteraan masyarakat.

“Jangan sampai petani kita tidak bisa lagi menanam karena kerusakan lahan bekas tambang,” katanya.

Menurutnya, pembangunan tambang tidak boleh hanya mengejar peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tetapi juga harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan hidup warga setempat.

Akses terhadap pekerjaan yang layak, infrastruktur memadai, dan kualitas lingkungan yang baik masih menjadi tantangan besar.

Pengolahan Bauksit

Cornelis mengatakan, salah satu proyek terbesar di Kalbar saat ini adalah pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, dengan nilai investasi mencapai 831 juta dolar AS atau sekitar Rp12,5 triliun. Proyek ini termasuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan ditargetkan mampu memproduksi satu juta ton alumina per tahun.

“Namun, dari tujuh smelter yang direncanakan, baru satu yang telah berjalan. Enam lainnya masih mengalami kendala pendanaan serta belum memiliki mitra strategis,” tuturnya.

Bahkan beberapa perusahaan telah kehilangan izin usaha, yang menambah panjang daftar proyek stagnan di tengah antusiasme awal yang tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sektor pengolahan bauksit menyumbang sekitar 15,38 persen terhadap PDRB Kalbar. Namun, kontribusi besar itu belum sepenuhnya dirasakan masyarakat sekitar tambang.

Menurutnya, masyarakat harus terlibat dalam setiap tahapan pembangunan. Tidak boleh hanya menjadi objek, tetapi harus menjadi subjek dalam proses pembangunan. Ia menolak model pembangunan yang hanya menguntungkan pemilik modal besar dan menyingkirkan kepentingan warga lokal.

Cornelis mendorong agar pemerintah pusat dan daerah memperkuat pengawasan terhadap investasi tambang, menegakkan regulasi yang ada, dan membuka ruang partisipasi publik secara nyata.

“Pembangunan inklusif adalah kunci agar kekayaan sumber daya alam Kalbar benar-benar memberi manfaat luas bagi masyarakatnya,” katanya.

Dr.(H.C.) Drs. Cornelis, M.H. menyelesaikan masa jabatannya sebagai Gubernur Kalimantan Barat selama dua periode (2008–2018), kemudian terpilih menjadi Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat I untuk periode 2019–2024. Dapil tersebut meliputi Kabupaten Sambas, Mempawah, Ketapang, Bengkayang, Landak, Kayong Utara, Kubu Raya, serta Kota Pontianak dan Singkawang.

Kepercayaan masyarakat kembali terbukti pada Pemilu 2024, ketika Cornelis meraih suara tertinggi dari PDI Perjuangan di dapil tersebut. Saat ini ia duduk di Komisi XII DPR RI yang membidangi energi, sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi.

Cornelis menegaskan bahwa kepercayaan yang diberikan masyarakat bukanlah hadiah, melainkan amanah yang harus dijawab dengan kinerja nyata dan pembangunan di berbagai sektor.

“Legitimasi politik hanya bisa dijaga bila rakyat benar-benar merasakan manfaat pembangunan,” katanya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *