Kasus Kuota Haji, KPK Periksa Pimpinan Asosiasi dan Travel Umrah

JAKARTA – Penyelidikan dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji kembali menyingkap fakta baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya indikasi penyalahgunaan kuota petugas haji pada penyelenggaraan haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan temuan tersebut diperoleh setelah pemeriksaan terhadap lima saksi yang dihadirkan pada Rabu (1/10). “Dalam pemeriksaan itu, KPK menemukan adanya kuota petugas haji yang diduga turut disalahgunakan,” kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (02/10/2025).
Kelima saksi yang diperiksa terdiri atas sejumlah pimpinan asosiasi penyelenggara haji dan umrah, yaitu Ketua Umum Amphuri Firman Muhammad Nur, Ketua Umum HIMPUH Muhammad Firman Taufik, serta Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi. Selain itu, ada Amaluddin yang berposisi sebagai Komisaris PT Ebad Al Rahman Wisata sekaligus Direktur PT Diva Mabruro, dan Luthfi Abdul Jabbar selaku Sekjen Asosiasi Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji).
Menurut Budi, penyidik KPK juga mendalami praktik pembayaran kuota haji khusus dari tambahan kuota yang diberikan Pemerintah Arab Saudi. Proses transaksi ini, kata dia, ditelusuri melalui sistem yang dikelola oleh asosiasi penyelenggara. “Para saksi juga didalami terkait mekanisme pembayaran dalam penyelenggaraan haji khusus oleh PIHK-PIHK melalui user yang dipegang oleh asosiasi,” jelasnya.
KPK sebelumnya telah mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota haji pada 9 Agustus 2025. Beberapa hari sebelumnya, yakni 7 Agustus, lembaga antirasuah itu telah memintai keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait penyelidikan awal.
Hasil perhitungan awal bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memperkirakan potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Tiga orang juga telah dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut.
Seiring berjalannya penyidikan, KPK menduga ada 13 asosiasi serta sekitar 400 biro perjalanan haji yang terlibat dalam praktik penyalahgunaan kuota tambahan.
Isu ini juga mendapatkan sorotan dari DPR RI melalui Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji. Pansus menemukan adanya kejanggalan terkait distribusi kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, Kementerian Agama membaginya masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian itu dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang seharusnya menetapkan kuota haji khusus hanya 8 persen, sedangkan 92 persen sisanya untuk haji reguler.
Temuan KPK mengenai kuota petugas haji yang diduga disalahgunakan semakin menambah daftar persoalan dalam tata kelola haji. Publik kini menunggu langkah tegas lembaga antirasuah untuk mengusut tuntas aktor-aktor yang terlibat dalam kasus yang dianggap mencederai rasa keadilan calon jemaah haji Indonesia tersebut. []
Siti Sholehah