Gempa 6,9 Filipina: 20 Ribu Warga Mengungsi, Pemulihan Mendesak

MANILA – Setelah tiga hari penuh ketegangan, deru mesin pencarian korban gempa magnitudo 6,9 di utara Cebu akhirnya terhenti. Otoritas Filipina resmi menghentikan operasi penyelamatan pada Kamis (02/10/2025), menandai berakhirnya fase evakuasi dan dimulainya masa pemulihan panjang bagi masyarakat terdampak.
Kota Bogo menjadi simbol duka. Reruntuhan bangunan yang berserakan menjadi saksi bisu hilangnya sedikitnya 72 nyawa. Junie Castillo, juru bicara Dewan Nasional Pengurangan Risiko dan Manajemen Bencana, menjelaskan keputusan penghentian pencarian dilakukan setelah tidak ditemukan lagi korban yang hilang.
“Kami tidak menemukan korban hilang, jadi kami berasumsi semuanya sudah ditemukan,” katanya dengan nada pasrah.
Namun, berakhirnya operasi penyelamatan tidak berarti penderitaan berhenti. Hampir 300 orang dilaporkan mengalami luka-luka, dan lebih dari 20 ribu warga harus meninggalkan rumah mereka. Banyak di antaranya kini tinggal di lapangan terbuka atau tenda darurat, menahan rasa cemas setiap kali gempa susulan terasa di malam hari.
Dengan dihentikannya pencarian, perhatian kini bergeser ke upaya rehabilitasi. Tantangan besar menanti: menyediakan hunian sementara, memulihkan fasilitas umum, dan memastikan kebutuhan dasar para pengungsi terpenuhi.
Presiden Ferdinand Marcos Jr. yang meninjau langsung lokasi terdampak di Perumahan Yolanda menekankan pentingnya respons cepat pemerintah. Ironisnya, kawasan itu dulunya dibangun sebagai tempat tinggal permanen bagi korban topan dahsyat, namun kini kembali luluh lantak akibat bencana alam.
Didampingi kabinet dan pejabat setempat, Presiden Marcos mengumumkan alokasi dana darurat sebesar 50 juta peso Filipina dari Kantor Presiden untuk pemerintah provinsi. Selain itu, masing-masing Kota Bogo, Sogod, dan San Remigio akan menerima tambahan dana 20 juta peso Filipina guna mempercepat bantuan bagi masyarakat.
Tim teknis dari pemerintah telah mulai melakukan pemeriksaan struktur bangunan. Sekolah, rumah sakit, hingga perumahan warga dipetakan ulang, dengan beberapa di antaranya ditandai merah karena berisiko ambruk.
Target jangka pendek pemerintah jelas: membangun tempat penampungan sementara sebelum musim hujan datang. Dengan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, ketiadaan hunian layak bisa menambah korban baru akibat penyakit maupun kecelakaan dari bangunan yang tak lagi kokoh.
Bagi warga Kota Bogo dan sekitarnya, guncangan fisik mungkin telah mereda, namun luka psikologis belum sembuh. Bayangan malam mengerikan saat tanah berguncang masih segar dalam ingatan, dan rasa kehilangan terus menghantui.
Pemulihan pascagempa ini bukan sekadar membangun kembali rumah yang runtuh, tetapi juga menata ulang kehidupan dan rasa aman masyarakat. Jalan panjang masih harus ditempuh, namun harapan untuk bangkit perlahan mulai tumbuh di tengah puing-puing. []
Siti Sholehah.