Bocah Ambon Disiram Air Panas oleh Ibu Kandung

AMBON – Kasus kekerasan terhadap anak kembali mencuat di Ambon, Maluku. Seorang bocah perempuan berinisial DKT (7) harus menjalani perawatan intensif setelah tubuhnya melepuh akibat disiram air panas mendidih. Tragisnya, pelaku tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri, YT (30).

Kepala Bidang Humas Polda Maluku, Kombes Rositah Umasugi, menyampaikan peristiwa ini terungkap bukan dari laporan keluarga, melainkan ketika korban kesulitan menikmati program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah. Guru melihat ada luka mencurigakan di leher korban hingga akhirnya kepala sekolah memintanya membuka baju.

“Saat itu kepala sekolah memerintahkan untuk membuka baju korban dan didapati luka bakar pada bagian leher, punggung belakang, lengan, dan perut. Selanjutnya korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk mendapatkan penanganan medis,” jelas Rositah, Minggu (05/10/2025).

Dari hasil penyelidikan, pelaku yang merupakan ibu kandung korban terbukti menyiramkan air panas ke tubuh anaknya. Kejadian bermula pada Selasa (29/9) saat YT tengah merebus air di dapur. Ia memanggil korban untuk ditanya soal kaca jendela rumah yang hampir jatuh.

“Korban dipanggil untuk ditanya mengenai kaca jendela rumah yang hampir jatuh. Namun korban yang ditanya pelaku menjawab tidak tahu,” kata Rositah.

Jawaban sederhana itu justru membuat YT tersulut emosi. Tanpa pikir panjang, ia mengambil air panas dari tungku dan menyiramkan ke tubuh anaknya. Bocah malang itu menangis kesakitan dan berlari menuju kamar mandi, sementara luka bakar mulai menyebar di tubuhnya.

Kasus ini menyoroti betapa rentannya anak-anak terhadap kekerasan domestik, bahkan dari orang tua kandung yang seharusnya menjadi pelindung. Pengungkapan oleh pihak sekolah membuktikan pentingnya peran institusi pendidikan sebagai garda terdepan dalam mendeteksi kekerasan terhadap anak.

Kepolisian menegaskan bahwa tindakan YT masuk kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sekaligus tindak pidana perlindungan anak. Aparat akan memproses hukum dengan ancaman hukuman berat, mengingat korban masih berusia tujuh tahun.

Selain penegakan hukum, perhatian kini tertuju pada pemulihan psikologis korban. Pendampingan medis dan trauma healing akan menjadi langkah penting agar korban dapat pulih dari luka fisik maupun trauma mendalam akibat kekerasan tersebut.

Peristiwa ini sekaligus menjadi alarm bagi masyarakat luas. Lingkungan sekitar, baik sekolah maupun tetangga, perlu lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan pada anak. Sebab, banyak kasus serupa yang tidak pernah terungkap karena korban takut bicara, atau justru dilindungi oleh keluarga pelaku.

Kasus DKT menegaskan kembali bahwa rumah seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak, bukan justru ruang penuh ancaman. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *