AS Desak Hentikan Perang, Israel Masih Gempur Gaza

GAZA – Kekerasan di Jalur Gaza belum mereda meski tekanan internasional semakin gencar diarahkan kepada Israel. Sepanjang Minggu (05/10/2025), serangan udara dan darat Israel menewaskan sedikitnya 24 orang, termasuk warga sipil yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan.
Menurut laporan Rumah Sakit Nasser yang dikutip Al Jazeera, empat pencari suaka turut menjadi korban ketika ditembak di dekat pusat distribusi bantuan di Rafah. Peristiwa ini kembali menambah panjang daftar penderitaan warga Gaza yang kian hari kian berat.
Serangan tidak hanya menyasar wilayah Kota Gaza, tetapi juga lokasi-lokasi pengungsian. “Warga Palestina berharap bisa tidur nyenyak, tapi itu tidak terjadi,” ungkap jurnalis Hani Mahmoud dari Al Jazeera Arabic. Pernyataan tersebut mencerminkan situasi mencekam yang dirasakan warga sipil di tengah hantaman bom dan rentetan peluru.
Tekanan diplomasi internasional semakin menguat. Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelumnya mendesak Israel menghentikan penembakan dan pengeboman. Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menilai kelanjutan serangan akan menghambat proses negosiasi gencatan senjata yang digelar di Mesir. “Anda tidak bisa membebaskan sandera di tengah-tengah serangan, jadi serangan harus dihentikan. Tidak boleh ada perang yang berlangsung selama negosiasi,” ujarnya dalam wawancara dengan CBS.
Namun, meski desakan datang dari berbagai pihak, tanda-tanda penghentian serangan belum benar-benar terlihat. Pasukan Israel tetap melancarkan operasi militer di beberapa titik strategis di Gaza.
Dampak kemanusiaan akibat konflik ini semakin sulit diterima akal sehat. Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan, sejak pecahnya perang pada 7 Oktober 2023, lebih dari 2.700 keluarga dengan total 8.500 jiwa telah lenyap. Dari jumlah itu, setidaknya 1.015 korban merupakan bayi berusia di bawah satu tahun.
Selain itu, data menunjukkan Israel juga telah menewaskan 1.670 tenaga medis, 254 jurnalis, dan 140 petugas pertahanan sipil. Angka ini menegaskan bahwa kelompok yang seharusnya dilindungi dalam konflik—petugas kesehatan, jurnalis, hingga penyelamat—justru ikut menjadi korban.
Gelombang protes dari warga Israel sendiri juga mulai bermunculan. Demonstrasi terjadi di perbatasan, di mana sebagian warga mencoba menghadang tentara Zionis yang hendak memasuki Gaza. Hal ini menunjukkan bahwa penentangan terhadap eskalasi militer tidak hanya datang dari komunitas internasional, tetapi juga dari dalam negeri Israel.
Meski ada sinyal gencatan senjata semakin dekat, harapan warga Gaza untuk merasakan jeda dari derita perang masih jauh dari kenyataan. Situasi ini menegaskan perlunya langkah nyata dari komunitas internasional agar perundingan damai benar-benar menghasilkan solusi, bukan sekadar janji di meja diplomasi. []
Siti Sholehah.