Gunungan Sampah Hantui Pulau Wisata Gili Trawangan

LOMBOK UTARA – Daya tarik Gili Trawangan sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Nusa Tenggara Barat (NTB) kini berada dalam ancaman serius. Pulau kecil berluas sekitar 3,4 kilometer persegi itu tengah bergulat dengan krisis sampah yang semakin menggunung dan berpotensi merusak citra pariwisata daerah.
Front Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL) menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi tersebut dan mendesak Pemerintah Provinsi NTB untuk segera mengambil langkah konkret, termasuk pengadaan mesin mixer atau pencacah sampah.
Menurut Ketua FMPL, Malik, volume sampah di Gili Trawangan telah mencapai 18 ton per hari. Dengan keterbatasan lahan, beban lingkungan di pulau ini semakin berat. “Dari mesin insinerator di sini, sampah yang bisa dikelola hanya 5–10 ton per hari. Tapi, sampah di Gili Trawangan per hari saja bisa mencapai 18 ton. Jadi sampah yang belum bisa diolah terpaksa menumpuk dan akhirnya menjadi gunung sampah,” ujar Malik, Kamis (09/10/2025).
Ia menambahkan, selain tumpukan sampah padat, terdapat pula bubur sampah hasil olahan dari Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) yang tidak dapat dipindahkan ke darat karena berbau menyengat dan masih mengandung gas metana. “Bubur sampahnya juga tertumpuk, karena belum bisa kita distribusikan ke darat,” tambahnya.
Masalah ini kian mendesak mengingat Gili Trawangan merupakan ikon wisata internasional yang menjadi pintu masuk utama turis mancanegara ke NTB. Jika persoalan limbah tidak segera tertangani, keberlanjutan sektor pariwisata dapat terancam. Selain mencoreng citra kebersihan pulau, limbah juga berpotensi mencemari ekosistem laut yang menjadi daya tarik utama kawasan Gili.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Ahmadi, mengakui jumlah timbunan sampah di pulau tersebut telah melampaui kapasitas pengelolaan. “Kalau yang diolah hanya 7 ton, jadi ada sekitar 10 ton sampah yang tertinggal di situ. Kalau dikalikan sebulan, bisa 300 ton sampah menumpuk di sana,” ujarnya.
Sebagai solusi awal, Ahmadi menekankan pentingnya penambahan armada pengangkutan sampah dari TPS menuju daratan. Ia menyebut, langkah ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, dengan dukungan Pemprov NTB. “Armada pengangkutan dari TPS ke pelabuhan dan kemudian ke daratan juga harus ditambah dan diperbesar. Artinya frekuensi pengangkutannya juga perlu ditambah,” katanya.
Masalah sampah di Gili Trawangan bukan hal baru. Dalam catatan setahun lalu, tumpukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bahkan mencapai ketinggian 9,5 meter. Pada musim liburan (high season), produksi sampah mencapai 18 ton per hari, sementara pada musim sepi (low season) sekitar 15 ton per hari.
Tanpa inovasi pengelolaan yang berkelanjutan, Gili Trawangan terancam kehilangan pesonanya. Pulau yang dulu dikenal sebagai surga tropis kini dipaksa “berkelahi” dengan gunungan sampah yang terus meninggi. []
Siti Sholehah.