Kaltim Hijau Masih Tantangan Nyata

SAMARINDA — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menegaskan komitmennya terhadap pembangunan hijau dan pengembangan energi terbarukan sebagai penopang hilirisasi industri. Namun, di tengah semangat besar itu, realisasi di lapangan menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari kesiapan infrastruktur energi bersih, komitmen industri, hingga integrasi kebijakan transisi energi yang belum sepenuhnya matang.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, dalam kegiatan Indonesia Sustainability Energy Week dan International Capacity Development Program for Coal Regions in Transition di Hotel Midtown Samarinda, Senin (13/10/2025). Sri Wahyuni menekankan pentingnya peralihan energi agar pembangunan industri tidak lagi bergantung pada migas dan batu bara.
“Energi terbarukan punya potensi besar mendukung industri di Kaltim. Dari Mahakam Investment Forum tercatat 83 pertemuan dan 12 letter of intent, menunjukkan tingginya minat investor,” ujar Sri Wahyuni seusai membuka acara tersebut.
Optimisme pemerintah daerah ini selaras dengan visi Gubernur Kaltim untuk pembangunan ramah lingkungan. “Komitmen ini sejalan dengan visi Gubernur untuk pembangunan ramah lingkungan, apalagi Kaltim kini menjadi super hub ekonomi Nusantara bersama IKN,” tambahnya.
Meski demikian, publik menilai bahwa semangat investasi hijau masih banyak berhenti di tataran wacana. Banyak proyek energi bersih dan hilirisasi industri belum menunjukkan dampak nyata terhadap penyerapan tenaga kerja maupun pengurangan emisi di daerah penghasil tambang terbesar di Indonesia. Status “super hub ekonomi” masih belum sepenuhnya terwujud karena ketergantungan pada energi fosil masih tinggi, sementara kesiapan energi terbarukan—seperti biomassa, gas ramah lingkungan, dan tenaga air—masih terbatas pada pilot project berskala kecil.
“Sejak Kaltim Hijau, kami terus memperkuat regulasi dan kemitraan dalam pengembangan energi bersih yang dituangkan dalam RPJMD,” jelas Sri Wahyuni. Ia menambahkan, kerja sama dengan Bank Dunia melalui program Carbon Fund menjadi salah satu upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri dan lingkungan.
Sri Wahyuni menegaskan bahwa forum energi ini diharapkan tidak berhenti sebagai diskusi. “Forum ini diharapkan menghasilkan rekomendasi nyata dengan melibatkan akademisi, peneliti, dan mitra pembangunan,” katanya. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan sinergi antar pemangku kepentingan berjalan efektif tanpa tumpang tindih kepentingan ekonomi dan politik.
Selain itu, Perusda Kaltim telah menjalin kerja sama dengan investor Brunei untuk penyediaan energi listrik berbasis gas. “Perusda Kaltim sudah menjalin kerja sama dengan investor Brunei untuk penyediaan energi listrik berbasis gas sebagai langkah menuju energi terbarukan,” ujar Sri Wahyuni. Meski demikian, tanpa skema distribusi yang jelas, efisiensi, dan keberlanjutan, proyek berbasis gas ini berisiko tetap bergantung pada energi fosil.
Di akhir wawancara, Sri Wahyuni menegaskan arah pembangunan Kaltim akan difokuskan pada hilirisasi industri yang didukung energi bersih. “Fokus ke depan adalah hilirisasi industri untuk membuka lapangan kerja dan mendorong ekonomi, dengan dukungan energi bersih yang berkelanjutan,” katanya.
Publik berharap ada langkah lebih konkret untuk mempercepat peralihan energi. Tanpa aksi nyata, visi “Kaltim Hijau” berisiko hanya menjadi jargon indah, namun lemah dalam implementasi. []
Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum