Kacang Khodijah, Cita Rasa UMKM Samarinda

SAMARINDA – Ketika jajanan modern semakin menjamur di pasaran, usaha rumahan kacang sambal pedas manis “Khodijah” milik Muhammad Faurani justru tetap kokoh bertahan dan menjadi camilan khas yang digemari masyarakat Samarinda. Dengan cita rasa pedas gurih serta aroma bawang putih yang menggoda, produk ini menjadi bukti nyata bahwa ketekunan dan kualitas dapat membuat usaha kecil menembus pasar lokal.
Ditemui di kediamannya di Jalan Pemuda RT 12 No. 32, Komplek Pandawa, pada Jumat (17/10/2025), Faurani menceritakan perjalanan panjang bisnis yang ia rintis sejak tahun 2007. Ia mengungkapkan, inspirasi berjualan kacang sambal muncul dari kebiasaan keluarganya di Martapura, Kalimantan Selatan, yang terkenal dengan olahan sambal dan camilan khas daerah.
“Di kampung saya banyak yang buat kacang sambal seperti ini. Saya belajar dari keluarga, lalu coba bikin sendiri di Samarinda,” ujarnya. Ia mengakui, proses awal tidak selalu mulus. “Dulu sering gagal, kadang gosong, kadang rasanya enggak pas. Tapi saya terus belajar sampai bisa,” tambahnya.
Awalnya, Faurani hanya menitipkan produknya di warung kecil sekitar rumah. Namun, berkat dukungan teman dan pelanggan tetap, usahanya perlahan berkembang. “Banyak teman yang menyarankan agar produk saya masuk ke toko-toko besar. Alhamdulillah, akhirnya bisa diterima dan sekarang sudah masuk ke beberapa toko di Jalan Ahmad Yani, Abul Hasan, dan Segiri,” tuturnya.
Rahasia kelezatan kacang sambal “Khodijah” terletak pada bumbu pedas alami, bawang putih segar, serta kacang tanah pilihan yang digoreng secara tradisional agar tetap renyah. “Kami enggak pakai bahan pengawet, semua masih alami. Jadi rasa pedasnya khas dan tahan lama,” jelas Faurani.
Produk ini dikemas dalam satu pak berisi 20 bungkus kecil dengan harga jual Rp16.000 per pak, setelah sebelumnya dijual Rp15.000. Penyesuaian harga dilakukan karena meningkatnya biaya bahan baku. Produk yang telah dikirim ke toko-toko biasanya dijual kembali dengan harga Rp17.000 hingga Rp18.000 per pak.
Faurani menerapkan sistem produksi berdasarkan permintaan, bukan stok besar. “Saya buat sesuai permintaan saja. Kalau stok di toko mulai habis, baru saya kirim lagi. Jadi semua baru dan tetap segar,” katanya. Metode ini, menurutnya, menjaga kualitas dan menghindari penumpukan produk.
Meski belum aktif memanfaatkan media sosial, Faurani tetap mendapat banyak pelanggan setia berkat promosi dari mulut ke mulut. “Saya belum pakai media sosial. Tapi alhamdulillah pelanggan tetap banyak, karena mereka puas dengan rasa dan kualitasnya,” ujarnya. Prinsip yang selalu ia pegang adalah kejujuran dan kesegaran bahan baku. “Saya enggak pernah pakai bahan sisa, semua kacang dan bumbu harus fresh. Itu prinsip sejak dulu,” tegasnya.
Ke depan, ia berharap produk kacang sambal “Khodijah” dapat berkembang menjadi oleh-oleh khas Samarinda dan dikenal hingga luar daerah. “Mudah-mudahan bisa makin banyak peminatnya dan jadi kebanggaan daerah,” tutupnya dengan senyum optimis.
Dalam konteks ekonomi lokal, usaha seperti kacang sambal “Khodijah” menjadi contoh nyata bagaimana pelaku UMKM Samarinda mampu bertahan di tengah tren pasar modern. Dukungan pemerintah daerah melalui program pembinaan dan promosi UMKM diharapkan dapat memperkuat identitas kuliner Kalimantan Timur dan membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar. []
Penulis: Rifki Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum