Kasus Pemerkosaan Mahasiswi Jember, Kades Diperiksa karena Sarankan Menikah dengan Pelaku

JEMBER — Kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi berinisial SF (21) di Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, menuai kecaman luas setelah Kepala Desa setempat dilaporkan menyarankan korban untuk menikah dengan pelaku. Tindakan tersebut dianggap tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

Peristiwa memilukan ini terjadi pada 14 Oktober 2025 dini hari. Pelaku berinisial SA (27), yang diketahui merupakan tetangga korban, diduga masuk ke rumah korban melalui jendela saat SF sedang tertidur. “Korban sempat berteriak dan melawan, namun pelaku memukul serta mengancam akan membunuhnya jika berteriak lagi,” ungkap Ketua PC Fatayat NU Jember, Nurul Hidayah, Minggu (26/10/2025).

Usai kejadian, korban melaporkan insiden itu kepada Kepala Desa setempat dengan harapan mendapatkan perlindungan. Namun, respons yang diterima justru mengecewakan. “Kepala Desa malah menyuruh korban menikah dengan pelaku,” kata Nurul. Tidak terima dengan perlakuan tersebut, korban kemudian mendatangi Polsek Balung bersama keluarganya untuk membuat laporan resmi.

Kasus ini pun menjadi perhatian serius Polres Jember. Setelah menerima laporan, polisi bergerak cepat memburu SA, yang sempat melarikan diri ke luar daerah. “Alhamdulillah, sudah bisa kami tangkap pelakunya,” ujar Kapolres Jember AKBP Bobby C. Saputro. Saat ini pelaku tengah menjalani pemeriksaan intensif dan terancam hukuman berat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sementara itu, tindakan Kepala Desa yang menyarankan pernikahan antara korban dan pelaku mendapat perhatian dari Inspektorat Jember. Kepala Inspektorat, Ratno Cahyadi Sembodo, menegaskan bahwa pejabat desa seharusnya menjadi pihak pertama yang memberikan perlindungan kepada warganya. “Kades memang mengakui bahwa pelaku masih memiliki hubungan kerabat dengannya,” ujar Ratno.

Menurutnya, pernyataan dan tindakan Kepala Desa tersebut melanggar asas netralitas serta kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada korban. “Dari hasil klarifikasi, kami menilai terjadi kelalaian dalam pelayanan publik,” tegas Ratno. Inspektorat akan menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan merekomendasikan langkah disipliner sesuai aturan yang berlaku.

Kasus ini menyoroti pentingnya peran aparat pemerintahan desa dalam melindungi korban kekerasan seksual, bukan justru melanggengkan ketidakadilan. Aktivis perempuan di Jember pun menyerukan agar aparat penegak hukum memproses pelaku hingga tuntas serta memastikan korban mendapatkan pendampingan dan keadilan yang layak. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *