Praperadilan Ditolak Hakim, Daniel Sinaga Kecewa

Advokat Daniel Teguh Pradana Sinaga, SH, MH

PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Hakim Pengadilan Negeri Pontianak menolak permohonan praperadilan tidak sahnya penetapan tersangka Daniel Teguh Pradana Sinaga, S.H., M.H. oleh Polisi. Daniel Sinaga mengaku sangat kecewa terhadap putusan itu karena putusan tersebut tidak mempertimbangkan substansi persoalan yaitu:

Apakah proses penyidikan yang dilakukan Polres Kota Pontianak terhadap seorang Advokat telah sah sesuai ketentuan hukum yang berlaku ?

Apakah penetapan tersangka terhadap seorang Advokat telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku ?

Apakah hak immun yang dimiliki Advokat sesuai ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat beserta perluasannya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 tanggal 14 Mei 2014 dapat dikesampingkan begitu saja dengan aturan umum ?

“Kita sudah mendengar putusan hakim tunggal praperadilan yang dilaksanakan dengan tidak profesional dan tidak bermutu dan sarat akan minimnya pengetahuan seorang hakim sehingga putusannya menjadi keliru dan sesat, saya sangat kecewa dengan hasil putusan ini karena tidak mempertimbangkan secara konprehensif tentang syarat mutlak pemeriksaan/projustitia terhadap diri seseorang Advokat yang dilaporkan oleh sesama Advokat dimana Advokat terlapor sedang melaksanakan tugas profesinya dengan beritikad baik dalam persidangan elektronik. Bahwa dengan putusan yang dibuat oleh hakim yang tidak professional ini sudah tidak ada harapan atau tempat bagi para Masyarakat pencari keadilan dan tidak mungkin keadilan dapat diharapkan dari hakim yang seperti itu. Alangkah malang nasib masyarakat apabila perkaranya jatuh ke tangan hakim seperti itu dan sangat rugilah negara mengaji hakim hanya untuk melegalisasi kedzoliman yang dilakukan oleh Aparat Hukum Kepolisian seperti yang saya alami selaku pengacara yang sedang berjuang untuk membela kepentingan kliennya dalam menegakan hukum di negara ini,” ujar Daniel kepada wartawan, Senin (27/10/2025).

Menurut Daniel, bahwa dengan kondisi seperti ini tidak ada lagi ruang bagi Advokat untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi dirinya dalam menjalankan tugas profesinya di dalam persidangan secara elektronik/e-Court berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung R.I Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Bahkan untuk Masyarakat pencari keadilan pun tidak ada lagi ruang untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi diri mereka di dalam persidangan secara elektronik/e-Court.

Bahwa dalam peristiwa ini Daniel Teguh Pradana Sinaga selaku Advokat adalah pengacara korban pertama yang di kriminalisasi oleh polisi yang dibenarkan oleh hakim yang bebal dan hakim badut, hakim corong undang-undang yang tidak memakai hati nuraninya dalam memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya.

Bahwa lebih lanjut, Daniel Teguh Pradana Sinaga menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Pontianak telah bertindak melalui hakim tunggalnya sebagai kambing hitam untuk membenarkan proses hukum yang dilakukan oleh penyidik Polresta Pontianak dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Daniel menjelaskan, kejadian yang sangat miris dan menyedihkan menimpa diri pribadinya bermula, ketika dirinya sebagai anggota Tim Kuasa Hukum dalam perkara perdata yang disidangkan secara elektronik di Pengadilan Negeri Pontianak dengan aplikasi khusus Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu System Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Pontianak/e-Court. Anehnya, lanjut Daniel, oleh Penyidik Polresta Pontianak, dirinya ditetapkan sebagai tersangka seorang diri dengan tuduhan melanggar Pasal 45 Ayat (4) dan ayat (6) jo Pasal 45 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Daniel menilai, Hakim tunggal yang menyidang permohonan praperadilan atas dirinya sama sekali tidak memahami pokok persoalan yang dia hadapi. Kalau dirinya berbuat aneh di luar tugas dirinya sebagai Pengacara, misalnya mukul orang atau nabrak orang di jalan dengan sengaja, tentu tidak bisa di benarkan. Tapi ini, lanjut Daniel, dirinya di tetapkan jadi tersangka dalam misi menjalankan tugas sebagai seorang Pengacara dalam mewakili kepentingan hukum kliennya di Pengadilan Negeri Pontianak dalam Perkara gugatan Perdata yang disidangkan secara elektronik, hal ini Adalah merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap martabat Advokat selaku profesi terhormat (officium nobile) yang dilindungi oleh Undang-Undang.

Daniel memastikan, kalau dirinya dan tim pengacara akan mengajukan kembali permohonan praperadilan untuk membuktikan kalau dirinya tidak bersalah dan tidak bisa di jadikan tersangka dalam mendampingi/mewakili kepentingan hukum kliennya di pengadilan dan diluar Pengadilan dengan Itikad baik, dan akan melaporkan Hakim Tunggal yang bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili dalam perkara praperadilan telah melanggar kode etik dan pola perilaku hakim serta hukum acara yang berlaku ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Komisi Yudisial Republik Indonesia, dan ke Pengadilan Tinggi Pontianak agar hakim Tunggal yang bersangkutan segera dilakukan pemeriksaan dan eksaminasi terhadap putusannya yang sesat untuk diambil Tindakan yang tegas dan dijatuhkan sanksi sesuai dengan perbuatannya demi Pelajaran bagi para hakim diseluruh Indonesia

Dalam UU tentang Advokat, kata Daniel, yaitu Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang berbunyi ” Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan dan diluar persidangan perluasan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 tanggal 14 Mei 2014″. (**)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *