Pelaku Penipuan Online di Singapura Bakal Dicambuk
SINGAPURA – Pemerintah Singapura mengambil langkah tegas dalam menghadapi maraknya kejahatan siber dengan mengusulkan penerapan hukuman cambuk bagi para pelaku penipuan online. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi baru negeri tersebut untuk memperkuat sistem hukum pidana dalam menekan sindikat kejahatan digital yang terus merugikan masyarakat.
Dalam pemaparan di hadapan parlemen, Menteri Senior Negara untuk Urusan Dalam Negeri, Sim Ann, menjelaskan bahwa kerugian akibat berbagai kasus penipuan di Singapura telah mencapai lebih dari US$ 2,8 miliar atau sekitar Rp 46,8 triliun sejak tahun 2020 hingga pertengahan 2025.
“Kita akan memberlakukan hukuman cambuk wajib bagi para scammer,” ujar Sim Ann, Selasa (04/10/2025), saat pembahasan kedua amandemen undang-undang pidana Singapura.
Menurutnya, lebih dari 190.000 kasus penipuan dilaporkan dalam lima tahun terakhir, menunjukkan peningkatan signifikan dan kompleksitas kejahatan siber yang melibatkan banyak pihak. Pemerintah menilai bahwa hukuman yang lebih berat diperlukan untuk menimbulkan efek jera.
“Para pelaku yang melakukan penipuan, yang didefinisikan sebagai penipuan yang utamanya dilakukan melalui komunikasi jarak jauh, akan dihukum dengan sedikitnya enam kali cambukan,” tegas Sim.
Sim menuturkan, pemerintah tengah berfokus pada pemberantasan sindikat-sindikat penipuan yang beroperasi lintas negara dan sering memanfaatkan teknologi komunikasi modern.
“Sindikat-sindikat ini memobilisasi sumber daya yang signifikan untuk melakukan dan mendapatkan keuntungan dari penipuan, dan memiliki tingkat kesalahan tertinggi,” ujarnya.
Selain pelaku utama, anggota jaringan dan perekrut, termasuk mereka yang berperan sebagai perantara dalam kegiatan penipuan daring, juga akan dikenai sanksi berat.
“Para anggota sindikat penipuan dan para perekrut akan dikenakan hukuman cambuk wajib minimal enam kali cambukan,” tambahnya.
Amandemen undang-undang baru itu juga menargetkan pihak yang membantu aktivitas scam, seperti “money mule” atau orang yang meminjamkan rekening bank maupun kartu SIM untuk transaksi ilegal. Mereka bisa menghadapi hukuman hingga 12 kali cambukan, tergantung pada peran dan tingkat keterlibatan mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Singapura memang gencar memperkuat edukasi publik terkait bahaya penipuan online. Upaya ini termasuk peluncuran hotline nasional anti-penipuan dan aplikasi ScamShield, yang memungkinkan pengguna mendeteksi panggilan, situs web, serta pesan mencurigakan secara otomatis.
Langkah terbaru berupa hukuman fisik ini menunjukkan keseriusan Singapura dalam melawan kejahatan digital yang kian merajalela. Dengan kombinasi antara pendekatan hukum keras dan edukasi publik, Singapura berharap dapat mengurangi kerugian finansial dan melindungi warganya dari jebakan dunia maya. []
Siti Sholehah.
