Iran Pertahankan Hukuman Mati, Dunia Bereaksi
JAKARTA – Pemerintah Iran kembali menuai perhatian dunia setelah melaksanakan eksekusi mati secara terbuka terhadap seorang narapidana pria yang dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan seorang dokter di barat daya negara tersebut. Hukuman itu kembali menegaskan posisi Iran sebagai salah satu negara dengan tingkat eksekusi tertinggi di dunia.
Menurut laporan media resmi pengadilan, Mizan Online, “Hukuman qisas (pembalasan) untuk pembunuh Dr. Davoudi… dilaksanakan di depan umum pagi ini di Yasuj, ibu kota Provinsi Kohgiluyeh dan Boyer-Ahmad,” demikian bunyi laporan yang dikutip kantor berita AFP, Selasa (11/11/2025).
Eksekusi dilaksanakan setelah Mahkamah Agung Iran menolak banding terdakwa dan menyatakan hasil evaluasi kesehatan mental yang dilakukan sebelumnya tidak mengubah tanggung jawab pidananya. Dengan demikian, keputusan akhir berupa hukuman mati pun dieksekusi pada Selasa pagi.
“Penerapan hukuman ini merupakan pesan bagi mereka yang berusaha mengganggu keamanan masyarakat dan warga negara,” ujar jaksa provinsi, Vahid Mousavian, seperti dikutip Mizan Online. Pernyataan itu mempertegas pandangan pemerintah Iran bahwa hukuman mati merupakan bentuk penegakan keadilan dan pencegahan terhadap kejahatan serupa.
Iran dikenal masih menerapkan hukuman mati secara luas, baik untuk kasus pembunuhan, narkotika, maupun kejahatan terhadap negara. Metode eksekusi yang digunakan adalah hukuman gantung. Berdasarkan catatan organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International, Iran menempati posisi kedua setelah China sebagai negara dengan jumlah eksekusi terbanyak setiap tahunnya.
Meski sebagian besar eksekusi dilakukan di dalam penjara, pemerintah Iran masih sesekali menjatuhkan hukuman mati di depan umum. Praktik tersebut menuai kecaman dari berbagai lembaga internasional yang menilai tindakan itu tidak manusiawi dan berpotensi memperparah trauma sosial masyarakat, termasuk bagi anak-anak yang menyaksikannya.
Kelompok pegiat HAM menilai, publikasi eksekusi semacam ini digunakan sebagai sarana memperlihatkan kekuasaan negara dan menekan potensi kejahatan. Namun, banyak pihak internasional justru menganggap langkah itu sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip dasar hak untuk hidup dan proses hukum yang adil.
Eksekusi terhadap pembunuh Dr. Davoudi ini kembali membuka perdebatan lama tentang efektivitas hukuman mati di Iran—apakah benar mampu menekan angka kejahatan, atau justru memperlihatkan sisi gelap sistem peradilan yang masih keras dan tertutup terhadap reformasi hukum. []
Siti Sholehah.
