DPR Respons Gagasan Rakyat Bisa Copot Anggota

JAKARTA – Upaya lima mahasiswa yang mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi sorotan publik. Gugatan itu menyoal kewenangan rakyat dalam memberhentikan anggota DPR RI secara langsung, sebagai bentuk penguatan kontrol terhadap kinerja wakil rakyat.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan merespons positif langkah tersebut. Menurutnya, gugatan judicial review merupakan hak konstitusional setiap warga negara dan merupakan bagian dari praktik demokrasi.

“Ya, itu boleh saja, kita setiap warga negara ya, tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan klaim maupun juga mengajukan gugatan judicial review, itu bagus,” ujar Bob Hasan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).

Bob Hasan menilai inisiatif mahasiswa itu menunjukkan adanya partisipasi publik dalam mengawal kebijakan negara. Ia menegaskan bahwa proses pengujian undang-undang di MK akan bergantung pada relevansinya dengan ketentuan UUD 1945.

“Itu memang satu dinamika yang harus terus dibangun ketika ada hal yang menurut pikiran dan perasaan umum rakyat Indonesia ketika ada ganjarannya bisa mengajukan gugatan judicial review. Nggak ada masalah,” ungkapnya.

“Itu, kan, sekarang kan semua di Mahkamah Konstitusi itu bukan masalah bisa dan tidak bisa, akan dipertimbangkan sepanjang ada tarikannya dengan konstitusi kita UUD 1945,” sambungnya.

Gugatan itu diajukan oleh lima mahasiswa, yakni Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka menjadi pemohon dalam perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025. Para pemohon mempertanyakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3, yang dianggap belum memberi ruang bagi rakyat sebagai pihak yang dapat memberhentikan anggota DPR RI, padahal rakyat merupakan pemberi mandat dalam pemilu.

Dalam permohonannya, para mahasiswa menjelaskan bahwa judicial review ini bukan bentuk penolakan terhadap lembaga DPR, melainkan upaya memperbaiki mekanisme kontrol agar lebih berpihak kepada kepentingan publik.

“Permohonan a quo yang dimohonkan oleh Para Pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para Pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR,” ungkap Ikhsan, seperti dilansir oleh MKRI.

Gagasan untuk melibatkan rakyat secara langsung dalam mekanisme pemberhentian wakil mereka dinilai sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Langkah judicial review ini juga menjadi refleksi bahwa generasi muda semakin aktif dan kritis dalam menilai relevansi kebijakan publik dengan kebutuhan masyarakat.

Meski prosesnya masih berlangsung, gugatan tersebut membuka ruang diskusi lebih luas tentang masa depan demokrasi konstitusional di Indonesia, khususnya mengenai hubungan antara rakyat dan wakil yang mereka pilih. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *