Sindikat Kriminal Kuasai Perdagangan Sampah Ilegal
JAKARTA – Upaya masyarakat Eropa mengelola sampah dengan lebih sadar lingkungan ternyata menghadapi tantangan besar. Di balik meningkatnya kesadaran akan daur ulang dan ekonomi hijau, muncul fenomena baru: sampah berubah menjadi ladang bisnis ilegal yang menggiurkan bagi kelompok kriminal lintas negara.
Europol, sebagai badan penegak hukum Uni Eropa, menyebut peredaran sampah ilegal mengalami peningkatan signifikan dan berpotensi semakin berkembang. Dalam laporan Serious and Organised Crime Threat Assessment 2025, Europol memperingatkan bahwa “perdagangan sampah ilegal semakin meningkat dan diperkirakan akan makin besar serta makin canggih”. Namun Europol menolak memberikan tanggapan lebih rinci kepada DW, dengan alasan ada prioritas kerja lainnya.
Operasi ilegal ini melibatkan pelaku dari berbagai jaringan, mulai dari sindikat kejahatan terorganisir hingga perusahaan legal yang memanfaatkan celah regulasi. Dengan memalsukan dokumen, menghindari kontrak pembuangan resmi, dan memindahkan limbah melintasi negara-negara Eropa, para pelaku memanfaatkan lemahnya penegakan hukum. Europol mengategorikan bisnis ini sebagai usaha “berisiko rendah, berkeuntungan tinggi”.
Nilai ekonominya pun mencengangkan. Kantor anti-penipuan Uni Eropa, OLAF, memperkirakan “15 sampai 30 persen pengiriman sampah bisa jadi ilegal,” dengan nilai mencapai €9,5 miliar atau sekitar Rp183 triliun per tahun. Uni Eropa sendiri mencatat pengelolaan 67 juta ton sampah legal di wilayah internal serta ekspor 35,1 juta ton ke luar kawasan.
“Sampah berbahaya atau sampah yang dikelola sembarangan dapat mencemari tanah, air, dan udara. Pergerakan sampah ilegal lintas negara juga merusak upaya UE menuju ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan,” ujar OLAF. Aktivitas ilegal ini juga menciptakan persaingan tidak sehat dan merugikan pihak yang mengikuti aturan.
Masalah makin kompleks karena beberapa jenis limbah membutuhkan biaya besar untuk diolah secara legal, seperti elektronik, medis, dan plastik berkualitas rendah. Kelompok kriminal mempekerjakan ahli untuk mengambil bagian yang masih bernilai jual, kemudian membuang sisanya secara ilegal ke Eropa Timur, Afrika, atau Asia.
Pada Februari lalu, Europol mengungkap kasus besar di Kroasia yang melibatkan 13 orang tersangka. Mereka dituduh mengimpor 35.000 ton limbah berbahaya dari Italia, Slovenia, dan Jerman, dan hanya menguburnya secara ilegal tanpa pengolahan yang semestinya. Jaringan ini diduga meraup €4 juta atau sekitar Rp77 miliar.
“Jaringan ini memalsukan dokumen, mengatur rute pengangkutan yang rumit, menggunakan perusahaan cangkang, dan mencampur aliran limbah legal dan ilegal agar tidak terdeteksi,” ujar Alexandra Ghenea dari ECOTECA.
Meski regulasi Uni Eropa sudah ketat, penegakan hukum di lapangan masih lemah dan tidak merata. Kompleksitas sistem serta keterlibatan perusahaan legal membuat banyak kasus tidak terlihat sebagai kejahatan lingkungan, melainkan kejahatan kerah putih.
Selama kawasan ini berupaya menuju ekonomi hijau, sampah justru menjadi sumber cuan bagi segelintir pelaku yang memandang limbah bukan sebagai beban, melainkan peluang bisnis. []
Siti Sholehah.
