Oh Se Hoon Terjerat Kasus Survei, Karier Politik Terancam
SEOUL – Situasi politik Korea Selatan kembali bergejolak setelah jaksa resmi mendakwa Wali Kota Seoul, Oh Se Hoon, atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Dana Politik. Dakwaan tersebut memicu perhatian publik karena Oh bukan hanya kepala daerah berpengaruh, tetapi juga figur konservatif yang sering disebut sebagai calon presiden potensial.
Oh Se Hoon, yang kini menjalani masa jabatan keempat sebagai pemimpin Ibu Kota Seoul, diduga terlibat dalam pendanaan ilegal untuk pelaksanaan survei politik menjelang pemilu sela tahun 2021. Jaksa menyatakan bahwa Oh mengarahkan seorang pendukung sekaligus pengusaha untuk menanggung biaya survei tersebut melalui skema pembayaran bertahap. Tindakan itu dianggap melanggar aturan yang melarang pendanaan politik melalui perantara.
Dalam keterangan resmi yang dirilis jaksa pada Senin (01/12/2025), disebutkan bahwa pengusaha yang identitasnya dirahasiakan itu membayar total 33 juta Won dalam lima kali transaksi. Dana tersebut diduga digunakan untuk menyokong jajak pendapat yang menguntungkan Oh secara politis. Jaksa menilai alur dana tidak transparan dan memenuhi unsur pelanggaran pendanaan politik.
Oh menentang keras tuduhan tersebut. Melalui sebuah pernyataan yang dikutip Reuters, ia menegaskan bahwa dakwaan ini tidak berdasar. “Ini merupakan dakwaan yang tidak masuk akal dan direkayasa tanpa satu pun bukti kuat. Ini merupakan dakwaan yang ditakdirkan untuk digugurkan,” ujar Oh. Ia menilai langkah hukum yang diambil terhadap dirinya sarat dengan motif politik, terlebih di tengah dinamika internal Partai Kekuatan Rakyat yang sedang menghadapi tekanan akibat berbagai skandal.
Karier politik Oh Se Hoon sendiri mengalami pasang surut. Pertama kali menjabat pada 2006, ia kembali memimpin Seoul setelah wafatnya Park Won Soon. Popularitasnya kembali melejit sejak 2021, bahkan dalam survei terbaru, Oh kembali menduduki posisi atas untuk pilkada tahun depan. Jika berhasil mempertahankan jabatan, posisinya sebagai tokoh konservatif yang paling kompetitif dalam pemilu presiden berikutnya semakin menguat.
Namun, dakwaan ini berpotensi menjadi titik balik. Berdasarkan undang-undang pemilu Korsel, pelanggaran pendanaan politik dapat berujung denda minimal 1 juta Won. Jika dijatuhi hukuman tersebut, Oh dapat kehilangan kelayakan untuk mencalonkan diri pada pemilu tahun depan—a pukulan berat bagi masa depan politiknya.
Kasus yang menjerat Oh muncul di tengah rangkaian investigasi luas yang dilakukan jaksa pasca-deklarasi darurat militer 3 Desember lalu. Mantan Presiden Yoon Suk Yeol dan istrinya, Kim Keon Hee, juga tengah menghadapi serangkaian tuduhan influence-peddling, termasuk dugaan campur tangan dalam pemilu menggunakan perantara. Situasi ini memperkuat persepsi publik bahwa dunia politik Korsel kembali memasuki masa turbulensi yang sarat kecurigaan dan ketegangan antarblok kekuasaan.
Dengan dakwaan resmi telah diajukan, seluruh perhatian kini tertuju pada proses hukum berikutnya dan keputusan pengadilan yang dapat menentukan arah karier politik salah satu tokoh paling berpengaruh di Korea Selatan tersebut. []
Siti Sholehah.
