Trump Hentikan Suaka Setelah Penembakan di Dekat Gedung Putih

JAKARTA – Keputusan Gedung Putih untuk menghentikan sementara seluruh proses pemberian suaka kembali menjadi sorotan setelah pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kebijakan itu disebut sebagai langkah darurat yang ia nilai perlu diambil, menyusul insiden penembakan yang melibatkan seorang warga Afganistan di dekat Gedung Putih.

Langkah penghentian tersebut diumumkan Trump pada Minggu (30/11/2025) waktu setempat. Ia menegaskan bahwa jeda ini tidak bersifat sementara dalam pengertian umum, melainkan dapat berlangsung tanpa batas waktu yang jelas. “Kami tidak menginginkan orang-orang itu,” ujar Trump. “Anda tahu alasannya? Karena banyak dari mereka bermasalah, dan seharusnya tidak berada di negara ini.” Pernyataan itu memperlihatkan sikap tegas pemerintahannya atas prosedur penerimaan pengungsi dan pemohon suaka, terutama dari negara-negara yang dinilai berisiko tinggi.

Kebijakan ini muncul hanya beberapa hari setelah seorang anggota Garda Nasional Amerika Serikat tewas ditembak, sementara rekannya dalam kondisi kritis. Penembakan tersebut terjadi di sekitar area Gedung Putih—lokasi yang sangat sensitif dan diperketat keamanannya. Pelakunya adalah seorang pria Afganistan berusia 29 tahun yang tiba di Amerika Serikat pada September 2021.

Pelaku kini menghadapi dakwaan pembunuhan tingkat pertama. Namun, perhatian publik tertuju pada temuan awal penyelidikan. Menteri Keamanan Nasional, Kristi Noem, menyampaikan bahwa dugaan sementara justru menunjukkan perubahan perilaku pelaku terjadi setelah ia tinggal di AS. “Kami percaya dia mengalami radikalisasi setelah berada di negara ini,” kata Noem. Pemerintah pun mengumpulkan keterangan dari keluarga serta lingkungan terdekat tersangka untuk mengetahui faktor pemicu radikalisasi tersebut.

Insiden ini kembali memicu perdebatan mengenai efektivitas vetting terhadap warga Afganistan yang masuk ke AS setelah penarikan pasukan Amerika dari Kabul pada 2021. Trump sendiri menuding pemerintahan Joe Biden sebelumnya lalai dalam proses penyaringan. Namun fakta lain ikut muncul. Tersangka disebut baru mendapatkan status suaka pada April 2025—periode ketika Trump telah kembali menduduki jabatan presiden. Hal tersebut membuat diskusi soal vetting tak hanya menyasar kebijakan era Biden, tetapi juga masa pemerintahan Trump sendiri.

Tersangka diketahui pernah menjadi bagian dari unit “partner force” Afganistan yang didukung CIA dalam operasi melawan Taliban, sehingga awalnya dianggap sebagai sosok yang berpihak pada kepentingan Amerika Serikat. Menurut Kristina Widman, mantan pemilik rumah kontrakan tersangka di Bellingham, Washington, pria itu tinggal bersama istri dan lima anaknya. Gambaran kehidupan keluarga ini membuat kasus tersebut semakin kompleks karena menunjukkan adanya proses radikalisasi yang tidak terdeteksi selama bertahun-tahun.

Pihak keamanan kini mendalami seluruh riwayat digital, catatan komunikasi, serta perubahan perilaku pelaku sejak kedatangannya. Sementara itu, kebijakan penghentian suaka yang “tidak memiliki batas waktu” menjadi salah satu keputusan paling kontroversial yang kembali memperdalam perdebatan nasional mengenai keamanan, imigrasi, dan perlindungan pengungsi. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *