Maduro Tolak “Perdamaian Budak” di Tengah Tekanan AS
CARACAS – Ketegangan politik antara Venezuela dan Amerika Serikat (AS) kembali meningkat setelah Presiden Venezuela Nicolas Maduro melontarkan kritik keras terhadap ancaman militer yang disebutnya berasal dari Washington. Dalam pernyataannya, Maduro menegaskan bahwa negaranya tidak menginginkan perdamaian yang mengorbankan martabat bangsa, terutama setelah klaim adanya tekanan militer selama lebih dari lima bulan.
Pernyataan tersebut disampaikan Maduro dalam sebuah pidato terbuka di hadapan ribuan pendukungnya di Caracas pada Senin (01/12/2025). Mengacu pada pengerahan pasukan laut AS di kawasan Karibia serta serangkaian operasi pengeboman terhadap kapal yang diduga terlibat dalam penyelundupan narkoba, Maduro menilai langkah Washington sebagai upaya untuk melemahkan pemerintahan yang ia pimpin.
“Kita menginginkan perdamaian, tetapi perdamaian dengan kedaulatan, kesetaraan, dan kebebasan! Kita tidak menginginkan perdamaian budak, atau perdamaian koloni!” tegas Maduro dalam pidatonya, menuding AS mendorong perubahan rezim dengan tekanan dari luar. Ia juga menambahkan bahwa rakyat Venezuela telah menunjukkan “cinta kepada tanah air” di tengah tekanan yang digambarkannya sebagai “22 minggu agresi yang dapat digambarkan sebagai terorisme psikologis”.
Situasi ini memanas seiring laporan bahwa Presiden AS Donald Trump kembali mengkaji opsi-opsi keamanan terkait Venezuela bersama sejumlah pejabat senior. Washington belakangan meningkatkan retorika dan operasi militernya, termasuk memberikan peringatan agar wilayah udara Venezuela “harus dianggap ditutup”, serta mengategorikan Kartel de los Soles — yang dituding dipimpin Maduro — sebagai organisasi teroris asing. Maduro sendiri menolak semua tuduhan kriminal tersebut.
Trump bahkan mengakui pernah berbicara melalui telepon dengan Maduro pada Minggu (30/11/2025). Namun, isi percakapan tersebut tidak diungkapkan. Maduro juga belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai komunikasi tersebut, meski sebelumnya ia menyatakan kesiapan untuk berdialog langsung dengan Trump.
Di tengah tekanan eksternal, Maduro berusaha menegaskan loyalitas dan keteguhannya. Berpidato di luar istana kepresidenan dengan ditemani sejumlah pejabat senior, ia menyatakan komitmennya pada rakyat Venezuela di tengah ketidakpastian hubungan dengan AS.
“Saya bersumpah kepada Anda, kesetiaan mutlak hingga akhir hayat, ketika kita bisa menjalani sejarah yang indah dan heroik ini. Yakinlah bahwa saya tidak akan pernah mengecewakan Anda, tidak akan pernah, tidak akan pernah, tidak akan pernah,” ujarnya.
Krisis diplomatik ini menambah panjang daftar konflik antara Caracas dan Washington dalam beberapa tahun terakhir. Dengan meningkatnya operasi militer AS — tercatat sedikitnya 21 serangan terhadap kapal yang diduga mengangkut narkoba di Karibia dan Pasifik Timur sejak September lalu — tensi kedua negara diprediksi masih akan berlanjut. Venezuela, melalui pernyataan Maduro, memposisikan diri untuk tetap mempertahankan kedaulatan, bahkan di tengah ancaman eskalasi dari AS. []
Siti Sholehah.
