Dirjen Bea Cukai Janji Berbenah Usai Ultimatum Menkeu
JAKARTA – Upaya pembenahan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kembali menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan pernyataan tegas mengenai masa depan lembaga tersebut. Ancaman pembubaran yang disampaikan Menkeu turut menjadi titik balik bagi institusi yang selama ini kerap dibayangi isu pungutan liar dan kelemahan pengawasan. Merespons tekanan tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama memastikan seluruh jajaran DJBC akan mempercepat langkah reformasi.
Djaka menegaskan bahwa pihaknya memandang ultimatum Menkeu bukan sebagai serangan, melainkan sebagai bentuk pengingat sekaligus pendorong untuk memperkuat fungsi pelayanan dan pengawasan. “Intinya itu adalah bentuk koreksi. Yang pasti, Bea Cukai ke depan akan berupaya untuk lebih baik,” ujar Djaka seperti dikutip dari Antara, Rabu (03/12/2025).
Menurut Djaka, berbagai perubahan sedang disusun untuk menghidupkan kembali kepercayaan publik. Ia menekankan bahwa pembenahan tidak hanya berhenti pada aspek teknis pelaksanaan tugas, tetapi juga menyasar budaya kerja internal. “Mulai dari kultur, meningkatkan kinerja, kemudian meningkatkan pengawasan apakah itu di pelabuhan atau bandara. Tentunya kami akan memperbaiki semua pelayanan,” katanya.
Transformasi yang dimaksud mencakup peningkatan disiplin pegawai, pemanfaatan teknologi canggih, hingga penyempurnaan mekanisme pengawasan barang di perbatasan. Salah satu langkah yang telah berjalan adalah penggunaan artificial intelligence (AI) untuk membantu mendeteksi praktik underinvoicing, masalah yang selama ini menjadi tantangan besar di dunia kepabeanan.
Djaka mengakui bahwa publik berhak menuntut kinerja yang lebih transparan dan bersih. Karena itu, ia menilai pembenahan harus dapat dirasakan langsung oleh para pengguna jasa, baik pelaku usaha maupun masyarakat umum. Meski tantangan besar menanti, ia tetap optimistis DJBC mampu berubah dalam waktu yang telah ditargetkan. “Kalau kita enggak optimistis, tahun depan kita selesai semua,” ujarnya.
Perbaikan yang menyeluruh, menurut Djaka, bukan hanya menyangkut teknologi dan prosedur, tetapi juga reputasi. Selama bertahun-tahun, citra Bea Cukai kerap dikaitkan dengan pungutan liar. Tantangan terbesar adalah memutus persepsi tersebut melalui perubahan nyata di lapangan. “Image di masyarakat bahwa Bea Cukai adalah sarang pungli itu sedikit demi sedikit kita hilangkan,” tegasnya.
Sementara itu, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menyoroti lambatnya penyelesaian dua persoalan besar: praktik underinvoicing ekspor dan lolosnya barang ilegal. Ia bahkan membuka kemungkinan untuk mengembalikan sistem kepabeanan seperti era Orde Baru dengan melibatkan SGS apabila reformasi internal kembali tersendat. Meski begitu, Purbaya menekankan bahwa opsi tersebut hanya menjadi cadangan dan bukan langkah yang diinginkan. Ia justru berharap teknologi dan kompetensi Bea Cukai yang berkembang saat ini dapat menjadi fondasi utama pembenahan.
Dengan tekanan eksternal dan komitmen internal yang semakin menguat, reformasi Bea Cukai kini berada pada fase krusial. Keberhasilan lembaga tersebut menjawab berbagai tantangan akan menentukan apakah sistem kepabeanan tetap berada di tangan negara atau harus kembali melibatkan pihak luar seperti masa lalu. []
Siti Sholehah.
