DPPPA Kalbar Berkolaborasi Tangani TPPO

PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Untuk melindungi masyarakat dari semakin maraknya modus baru Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyasar warga Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi Kalbar membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.

Langkah ini dipimpin Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kalbar sebagai bentuk respon cepat atas meningkatnya ancaman perdagangan orang di daerah perbatasan.

Gugus tugas ini turut melibatkan lima pemerintah kabupaten yang tergolong rawan TPPO, dengan dukungan penuh dari Polda Kalbar dan BP3MI yang selama ini menangani deportasi pekerja migran bermasalah dari Malaysia. Kolaborasi tersebut diharapkan mempercepat penanganan laporan dan penyelamatan korban.

Kolaborasi dengan Polda dan Provost mempercepat penanganan laporan. Dari BP3MI, hampir setiap minggu ada deportasi dari Malaysia,” ujar Kepala DPPPA Kalbar, Herkulana Mekarryani.

Sepanjang 2025, DPPPA Kalbar telah menangani hampir 100 kasus pemulangan korban TPPO, mayoritas perempuan dan anak. Tidak sedikit korban berasal dari luar Kalbar seperti NTB dan Sulawesi Selatan. Karena keterbatasan anggaran pemulangan, DPPPA berkoordinasi dengan pemerintah provinsi asal korban.

Selain penanganan korban, Pemprov Kalbar melalui DPPPA semakin intens melakukan edukasi hingga tingkat sekolah dan mendorong pemetaan desa penyumbang pekerja migran berisiko. Desa-desa di wilayah Sambas menjadi penyumbang terbesar, disusul Bengkayang, Sekadau, dan Sanggau. Melalui data ini, BP3MI akan membentuk Desa Migran Emas untuk pendampingan dan pemberdayaan warga.

Herkulana mengingatkan masyarakat agar mewaspadai penawaran kerja luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi. Saat ini, pelaku TPPO memperluas modus dengan menawarkan profesi yang terlihat bergengsi dan berpenghasilan besar.

“Iming-iming gaji fantastis kini digunakan untuk menjerat korban. Modusnya bukan lagi hanya pekerjaan asisten rumah tangga, tapi juga tim olahraga sepak bola, penerjemah Mandarin, penyanyi kafe, hingga magang di bidang tertentu,” jelasnya.

Ia mengungkapkan para korban dijanjikan pendapatan besar, mulai dari Rp30 juta hingga Rp150 juta per bulan, terutama pada bidang IT atau pekerjaan yang diklaim berstatus profesional. Namun setelah tiba di Malaysia, korban justru dipindahkan ke Kamboja dan dieksploitasi.

“Rata-rata korbannya dijanjikan gaji Rp30 juta sampai Rp150 juta. Untuk bidang IT dijanjikan Rp150 juta per bulan, penyanyi lebih dari itu. Tapi begitu sampai Malaysia, mereka justru dipindahkan ke Kamboja,” tegas Herkulana.

Pembentukan Gugus Tugas TPPO ini menjadi langkah strategis Pemprov Kalbar untuk memberikan perlindungan lebih kuat kepada masyarakat sekaligus memutus rantai perdagangan orang yang terutama dengan modus baru.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *