Pemimpin Milisi Sudan Dipenjara 20 Tahun oleh ICC
epa09871772 A handout photo made available by the International Criminal Court (ICC-CPI) shows Ali Muhammad Ali Abd-Al-Rahman (aka Ali Kushayb) attending the opening of his war crimes trial before Trial Chamber I at the International Criminal Court (ICC) in The Hague, the Netherlands, 05 April 2022. Abd-Al-Rahman is accused of 31 counts of war crimes and crimes against humanity allegedly committed in Darfur, Sudan, between August 2003 and at least April 2004. EPA/ICC-CPI / HANDOUT MANDATORY CREDIT: ICC-CPI HANDOUT EDITORIAL USE ONLY/NO SALES
DEN HAAG — Mahkamah Pidana Internasional (ICC) kembali menegaskan perannya dalam menindak pelaku kejahatan berat melalui vonis terhadap salah satu figur penting milisi Janjaweed, Ali Muhammad Ali Abd-Al-Rahman atau Ali Kushayb. Dalam sidang putusan di Den Haag, Selasa (09/12/2025), hakim menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara atas rangkaian kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Darfur lebih dari dua dekade lalu.
Abd-Al-Rahman, yang kini berusia 76 tahun, hadir di ruang sidang mengenakan setelan jas biru. Ia berdiri tanpa memperlihatkan perubahan ekspresi saat Ketua Majelis Hakim ICC, Joanna Korner, membacakan putusan. Sebelumnya, ICC telah menyatakan dirinya bersalah atas 27 dakwaan mencakup pemerkosaan, pembunuhan, penyiksaan, serta tindakan brutal lain yang terjadi di Darfur Barat pada 2003–2004.
Dalam putusannya, ICC menegaskan bahwa Abd-Al-Rahman merupakan salah satu tokoh berpengaruh dalam milisi Janjaweed, kelompok yang dikenal luas karena aksi kekerasannya dalam konflik Darfur. Pengadilan menyebutnya berperan “aktif” dalam berbagai operasi brutal di lapangan.
Hakim Korner menguraikan sejumlah kesaksian dari para korban, yang menggambarkan situasi mengerikan di wilayah konflik.
“Hari-hari penyiksaan dimulai saat matahari terbit… darah mengalir deras di jalanan… tidak ada bantuan medis, tidak ada perawatan, tidak ada belas kasihan,” ucapnya ketika membacakan keterangan saksi.
Ia juga menyebut bahwa Abd-Al-Rahman “secara personal melakukan” pemukulan, bahkan menggunakan kapak, serta memberikan perintah eksekusi. “Kampanye pemusnahan, penghinaan, dan pengusiran,” demikian istilah yang digunakan hakim untuk menggambarkan pola aksi yang dilakukan pelaku dan kelompoknya. Pengadilan juga mencatat bahwa Abd-Al-Rahman menginjak-injak kepala para pria, wanita, dan anak-anak yang dalam kondisi terluka.
Meski demikian, Abd-Al-Rahman tetap membantah bahwa dirinya pernah menduduki posisi tinggi di Janjaweed. Kelompok paramiliter tersebut diketahui terdiri dari etnis Arab bersenjata yang didukung pemerintah Sudan pada masa itu untuk menyerang komunitas Afrika kulit hitam di Darfur.
Riwayat pelariannya turut menjadi catatan penting. Abd-Al-Rahman sempat kabur ke Republik Afrika Tengah pada Februari 2020 setelah pemerintah Sudan menyatakan kesediaannya bekerja sama dengan ICC. Ia kemudian menyerahkan diri, mengklaim dirinya “putus asa” dan khawatir akan dibunuh oleh otoritas lokal — sebuah klaim yang tidak dibenarkan pengadilan.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut bahwa penyerahan diri secara sukarela menjadi faktor yang sedikit meringankan hukuman, bersama dengan usia dan perilaku baik selama masa penahanan. Masa penjara pelaku akan dikurangi durasi tahanan yang telah dijalaninya sejak Juni 2020.
Putusan ini menjadi salah satu tonggak penting dalam upaya panjang komunitas internasional menuntut pertanggungjawaban atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Darfur dua dekade lalu. []
Siti Sholehah.
