AS Sita Kapal Tanker, Venezuela Murka

JAKARTA – Ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela kembali memanas setelah muncul kabar penyitaan sebuah kapal tanker berukuran raksasa di perairan dekat Venezuela. Perselisihan ini menambah panjang daftar gesekan antara Washington dan Caracas, yang sebelumnya sudah saling tuding terkait operasi militer melawan perdagangan narkotika.

Insiden tersebut pertama kali mencuat setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan secara terbuka bahwa pemerintahnya telah menyita sebuah kapal tanker minyak yang disebut sebagai salah satu yang terbesar pernah mereka amankan. Pengumuman itu disampaikan Trump di hadapan para pemimpin bisnis dalam pertemuan di Gedung Putih pada Rabu (10/12/2025) waktu setempat.

“Kami baru saja menyita sebuah kapal tanker di lepas pantai Venezuela, sebuah kapal tanker besar, sangat besar — yang terbesar yang pernah disita, sebenarnya,” ujar Trump dalam pernyataannya, seperti dikutip AFP. Ia menambahkan bahwa masih ada “hal-hal lainnya” yang akan diungkap kemudian, tanpa memberikan detail tambahan.

Pihak Gedung Putih tidak memberikan informasi lebih jauh mengenai identitas kapal atau negara bendera yang dikibarkan. Namun pernyataan terpisah dari Jaksa Agung AS, Pam Bondi, memberikan sedikit gambaran mengenai alasan penyitaan tersebut.

“Selama bertahun-tahun, kapal tanker minyak tersebut telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam jaringan pengiriman minyak ilegal yang mendukung organisasi-organisasi teroris asing,” kata Bondi melalui media sosial X, mengonfirmasi lokasi penyitaan berada di lepas pantai Venezuela.

Sumber Reuters menyebutkan bahwa operasi tersebut dipimpin oleh Penjaga Pantai AS. Meski pejabat tidak menyebutkan nama kapal, kelompok manajemen risiko maritim Inggris, Vanguard, melaporkan bahwa kapal tanker bernama Skipper diyakini sebagai kapal yang dimaksud. Kapal ini sebelumnya dikenal dengan nama Adisa dan pernah dikenai sanksi AS karena dugaan keterlibatan dalam pengiriman minyak Iran.

Penyitaan ini berlangsung ketika pemerintahan Trump meningkatkan tekanan terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Selain mengerahkan armada kapal perang serta kapal induk raksasa di kawasan Karibia dengan dalih memerangi narkoba, AS juga melakukan berbagai operasi militer yang menargetkan kapal-kapal penyelundup. Sejak September, sedikitnya 87 orang dilaporkan tewas dalam rentetan serangan tersebut.

Bagi Venezuela, langkah AS kali ini dinilai sebagai tindakan yang melewati batas. Pemerintah Caracas dengan keras mengecam keputusan Washington dan menyebutnya sebagai agresi serta perampasan ilegal.

“Venezuela mengecam keras dan mengutuk apa yang merupakan pencurian terang-terangan dan tindakan pembajakan internasional, yang diumumkan secara terbuka oleh Presiden Amerika Serikat,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Venezuela.

Presiden Nicolas Maduro juga turut menanggapi dengan tegas. Dalam pidatonya di depan para pendukung, ia menuntut agar AS menghentikan intervensi terhadap kedaulatan negaranya.

“Dari Venezuela, kami meminta dan menuntut diakhirinya intervensionisme ilegal dan brutal oleh pemerintah Amerika Serikat di Venezuela dan di Amerika Latin,” ucap Maduro. Ia menuding AS tengah berupaya menciptakan destabilisasi demi perubahan rezim. “Biarkan pemerintah AS fokus pada pemerintahan negaranya sendiri,” tegasnya.

Ketegangan terbaru ini diperkirakan akan berdampak pada pasar minyak global, mengingat Venezuela merupakan salah satu produsen minyak dengan cadangan besar. Namun hingga kini, baik Washington maupun Caracas belum memberikan tanda-tanda adanya upaya deeskalasi. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *