Pramono Soroti Ketimpangan Jakarta di Tengah Pertumbuhan Ekonomi
JAKARTA – Tingginya ketimpangan sosial di Jakarta kembali menjadi sorotan. Meski berbagai indikator ekonomi menunjukkan tren perbaikan, jurang antara kelompok kaya dan miskin di ibu kota dinilai masih sulit dipersempit. Hal ini diakui langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang menyebut persoalan ketimpangan sebagai tantangan serius dalam kepemimpinannya.
Pernyataan tersebut disampaikan Pramono saat berada di Balai Kota Jakarta pada Minggu (13/12/2025). Ia menegaskan bahwa Gini Ratio, sebagai indikator ketimpangan ekonomi, masih berada pada level tinggi dan belum menunjukkan penurunan signifikan meskipun pertumbuhan ekonomi Jakarta relatif stabil.
“Dalam kepemimpinan yang saya pimpin, terutama hal yang berkaitan dengan untuk menjaga prinsip bahwa persoalan Jakarta, salah satu yang serius adalah persoalan Gini Ratio atau kemiskinan,” kata Pramono, Sabtu (13/12/2025).
Menurut Pramono, ketimpangan ini terlihat jelas dari perbedaan mencolok antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan masyarakat berpenghasilan rendah yang hidup berdampingan di wilayah yang sama. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dalam merancang kebijakan yang mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
“Perbedaan Gini Ratio, orang kaya miskinnya masih tinggi,” lanjutnya.
Ia mengungkapkan, hampir seluruh indikator makroekonomi Jakarta menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan ekonomi terjaga, inflasi relatif terkendali, angka kemiskinan menurun, dan tingkat pengangguran mengalami penurunan. Namun, capaian positif tersebut belum diikuti dengan membaiknya distribusi pendapatan.
“Karena hampir semua indikasi, apakah itu pertumbuhan ekonomi, inflasi, kemiskinan, kemudian juga pengangguran, mengalami perbaikan, tapi Gini Ratio-nya enggak,” tuturnya.
Pramono menilai kondisi ini menunjukkan karakter khas Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional. Konsentrasi kekayaan yang tinggi di ibu kota menyebabkan ketimpangan sulit ditekan, meskipun perekonomian secara umum tumbuh positif.
“Kenapa? Artinya orang kaya di Jakarta ini memang banyak banget,” ucap Pramono.
Ia pun menegaskan komitmennya untuk menjadikan penurunan Gini Ratio sebagai salah satu fokus utama kebijakan selama masa kepemimpinannya. Menurutnya, penurunan ketimpangan tidak hanya soal angka statistik, tetapi berkaitan langsung dengan keadilan sosial dan kualitas hidup warga Jakarta secara keseluruhan.
“Kenapa ini saya selalu dalam berbagai acara saya ingatkan, karena saya pengin betul bahwa Gini Ratio di Jakarta itu menurun,” harapnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menguatkan pernyataan tersebut. Berdasarkan data Gini Ratio semester I tahun 2025 atau per Maret 2025, DKI Jakarta mencatat angka 0,441. Nilai ini menempatkan Jakarta sebagai provinsi dengan tingkat ketimpangan tertinggi di Indonesia dibandingkan 37 provinsi lainnya.
Gini Ratio sendiri merupakan indikator statistik untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau pengeluaran penduduk. Angka mendekati nol menunjukkan pemerataan, sedangkan angka mendekati satu menandakan ketimpangan yang tinggi. Dengan posisi Jakarta di peringkat teratas, tantangan pengurangan kesenjangan ekonomi di ibu kota menjadi semakin kompleks.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan mampu merumuskan kebijakan yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan manfaat pembangunan dirasakan lebih merata oleh seluruh warga. []
Siti Sholehah.
