Racuni 30 Pasien, Dokter di Prancis Dijebloskan ke Penjara Seumur Hidup

PARIS – Dunia medis Prancis diguncang putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada seorang dokter spesialis anestesi. Vonis tersebut dijatuhkan setelah terbukti bahwa sang dokter secara sistematis meracuni puluhan pasien yang berada di bawah penanganannya selama hampir satu dekade. Perbuatannya tidak hanya melanggar etika profesi, tetapi juga menewaskan 12 orang dan menimbulkan trauma mendalam bagi keluarga korban serta komunitas medis.

Dokter bernama Frederic Pechier (53) dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Prancis atas serangkaian tindakan kriminal yang dilakukan antara tahun 2008 hingga 2017. Selama periode tersebut, Pechier yang bekerja di dua klinik di Kota Besancon, diduga mencampurkan zat berbahaya ke dalam infus pasien yang sedang menjalani tindakan medis. Akibatnya, para korban mengalami serangan jantung atau komplikasi berat secara mendadak.

“Anda akan dipenjara segera,” kata hakim ketua Delphine Thibierge saat membacakan amar putusan di ruang sidang, sebagaimana dilansir kantor berita AFP, Kamis (18/12/2025).

Selain dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, pengadilan juga mencabut hak Pechier untuk menjalankan praktik kedokteran secara permanen. Putusan ini sekaligus menutup seluruh kemungkinan bagi terdakwa untuk kembali ke dunia medis, sebuah profesi yang seharusnya berlandaskan kepercayaan dan keselamatan pasien.

Selama proses persidangan yang berlangsung lebih dari tiga bulan, jaksa penuntut umum mengungkap bahwa Pechier mencemari kantung infus pasien dengan berbagai zat berbahaya, seperti kalium, anestesi lokal, adrenalin, serta antikoagulan. Zat-zat tersebut diketahui dapat memicu gangguan jantung hingga pendarahan fatal.

Jaksa menyebut bahwa Pechier “menggunakan obat-obatan untuk membunuh.” Motif di balik tindakan keji tersebut, menurut jaksa, bukan sekadar kelalaian medis, melainkan tindakan yang disengaja.

Lebih jauh, jaksa mengungkap bahwa tujuan Pechier adalah untuk “menyakiti secara psikologis” para tenaga medis lain yang bekerja bersamanya, terutama perawat dan dokter yang memiliki konflik pribadi dengannya. Selain itu, tindakan tersebut juga disebut sebagai cara Pechier untuk “memuaskan dahaga kekuasaannya.”

Kasus ini semakin mengundang perhatian publik karena rentang usia korban yang sangat luas. Korban termuda adalah seorang anak berusia empat tahun yang selamat dari dua kali serangan jantung saat menjalani operasi amandel rutin pada 2016. Sementara korban tertua berusia 89 tahun. Fakta ini memperkuat kesimpulan bahwa tindakan Pechier dilakukan tanpa memandang kondisi maupun usia pasien.

Pihak pembela menyatakan akan menempuh upaya hukum lanjutan. “Pechier akan mengajukan banding,” kata Ornella Spatafora, pengacara dari firma yang mewakili terdakwa.

Kasus ini menjadi salah satu kejahatan medis paling serius dalam sejarah modern Prancis. Selain mengguncang kepercayaan publik terhadap tenaga kesehatan, perkara ini juga mendorong evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal di rumah sakit dan klinik. Banyak pihak menilai bahwa tragedi ini seharusnya menjadi pelajaran penting agar mekanisme pengawasan medis diperketat, demi mencegah penyalahgunaan kewenangan oleh tenaga kesehatan di masa mendatang. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *