Lonjakan Penumpang Nataru, Sejauh Mana Kesiapan KAI?

JAKARTA – Periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025–2026 kembali menjadi ujian besar bagi sistem transportasi nasional, khususnya layanan perkeretaapian. Lonjakan mobilitas masyarakat yang diprediksi terjadi dalam waktu singkat menuntut kesiapan menyeluruh, bukan hanya dari sisi operasional, tetapi juga dari ketangguhan sistem, budaya keselamatan, dan konsistensi pelayanan publik. Pada momentum inilah kehadiran kereta api sebagai tulang punggung transportasi massal diuji secara nyata.

Kereta api masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk perjalanan jarak jauh. Survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan memperkirakan sekitar 3,94 juta orang akan menggunakan layanan kereta api jarak jauh selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Angka ini mencerminkan kepercayaan publik yang tinggi, sekaligus tanggung jawab besar bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai operator utama.

Namun kesiapan menghadapi arus besar Nataru tidak semata diukur dari jumlah perjalanan tambahan, ketersediaan rangkaian, atau kelancaran penjualan tiket. Tantangan yang lebih mendasar adalah bagaimana KAI mampu menjaga stabilitas sistem layanan dalam tekanan tinggi. Setiap gangguan kecil berpotensi berdampak luas, memicu keterlambatan berantai, serta menggerus kepercayaan masyarakat yang telah dibangun bertahun-tahun.

Dalam konteks ini, pelayanan kereta api sejatinya bukan hanya soal transportasi, melainkan pengelolaan kepercayaan publik. Masyarakat menaruh harapan besar bahwa perjalanan mereka berlangsung aman, nyaman, tepat waktu, dan manusiawi. Kepercayaan inilah yang menjadi modal sosial utama perkeretaapian nasional, terutama pada periode krusial seperti Nataru.

Semangat “semakin melayani” perlu dipahami sebagai praktik nyata, bukan sekadar slogan. Kualitas layanan publik mensyaratkan keandalan sistem, kesiapan petugas, kejelasan informasi, serta respons cepat terhadap gangguan. Dimensi pelayanan seperti empati terhadap penumpang, perhatian pada kelompok rentan, hingga kemampuan menyelesaikan masalah di lapangan menjadi elemen penting dalam menciptakan pengalaman perjalanan yang positif.

Pelayanan prima tidak dapat dipisahkan dari keselamatan. Dalam industri perkeretaapian global, keselamatan merupakan fondasi utama keberlanjutan layanan. Data Kementerian Perhubungan menunjukkan tren positif kinerja keselamatan perkeretaapian dalam periode 2022–2024, yang mengindikasikan adanya pengendalian risiko yang semakin baik. Namun capaian ini harus dijaga secara konsisten, terutama saat beban operasi meningkat drastis.

Momentum Nataru juga menuntut kesiapsiagaan lintas sektor. Keselamatan perjalanan kereta api bukan hanya tanggung jawab operator, tetapi juga pemerintah daerah, aparat, pengguna jalan, serta masyarakat di sekitar jalur rel. Disiplin berlalu lintas di perlintasan sebidang, kesiapan rambu dan pengamanan, hingga pengawasan di titik rawan menjadi faktor krusial dalam mencegah kecelakaan.

Selain itu, periode Nataru bertepatan dengan musim hujan yang membawa risiko tambahan. Potensi banjir, longsor, dan gangguan prasarana akibat cuaca ekstrem menuntut sistem peringatan dini, pemantauan intensif, serta respons cepat. Dalam situasi ini, pendekatan pencegahan menjadi kunci utama untuk meminimalkan dampak dan menjaga kelancaran perjalanan.

Pada akhirnya, Nataru bukan sekadar musim liburan, melainkan cermin kesiapan sistem transportasi nasional. Dengan meningkatnya volume perjalanan, ruang toleransi terhadap kelalaian harus ditekan hingga titik minimum. Setiap pelanggaran, keterlambatan penanganan, atau risiko yang luput diantisipasi dapat memicu efek domino.

Karena itu, perjalanan kereta api pada momentum Nataru menuntut kolaborasi nyata, kewaspadaan kolektif, dan komitmen bersama. Hanya dengan kerja sistemik dan kesadaran bersama, kereta api dapat benar-benar menjadi moda transportasi yang aman, andal, dan semakin dipercaya masyarakat. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *