Serangan Drone di Sudan Tewaskan 10 Orang di Pasar Sipil
JAKARTA – Konflik bersenjata yang berkepanjangan di Sudan kembali memakan korban sipil. Sebuah serangan drone menghantam pasar tradisional yang ramai pengunjung di negara bagian Darfur Utara, Sudan, pada akhir pekan lalu. Serangan tersebut menyebabkan sedikitnya 10 orang meninggal dunia, mempertegas rapuhnya perlindungan warga sipil di wilayah konflik yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Dilansir AFP, Senin (22/12/2025), serangan udara itu terjadi di pasar Al-Harra yang berada di kota Malha. Pasar tersebut diketahui menjadi pusat aktivitas ekonomi warga setempat, khususnya pada akhir pekan ketika masyarakat berbondong-bondong memenuhi area jual beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dewan Ruang Gawat Darurat Darfur Utara menyampaikan bahwa serangan drone tersebut terjadi pada Sabtu waktu setempat dan langsung menimbulkan kepanikan massal. Pasar yang sebelumnya dipadati warga mendadak berubah menjadi lokasi tragedi berdarah.
“Serangan itu menewaskan 10 orang,” demikian pernyataan Dewan Ruang Gawat Darurat Darfur Utara.
Selain korban jiwa, serangan tersebut juga memicu kebakaran hebat di sejumlah kios dan toko di sekitar pasar. Api dengan cepat menjalar, menyebabkan kerusakan material yang luas dan menghancurkan sumber penghidupan banyak pedagang kecil. Dewan tersebut menyebutkan bahwa pihak yang sama diduga bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran, meski hingga kini belum ada kepastian mengenai pelaku serangan.
Pasar Al-Harra diketahui berada di wilayah yang saat ini dikuasai oleh kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Namun, Dewan Ruang Gawat Darurat Darfur Utara tidak mengidentifikasi siapa pihak yang melancarkan serangan tersebut. Hingga laporan ini disusun, baik militer Sudan maupun RSF belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait insiden mematikan itu.
Serangan terhadap pasar sipil ini menambah daftar panjang pelanggaran terhadap prinsip perlindungan warga non-kombatan dalam konflik bersenjata. Warga sipil, yang seharusnya dilindungi dari dampak langsung peperangan, justru terus menjadi korban di tengah perebutan kekuasaan antara pihak-pihak bersenjata di Sudan.
Peristiwa di Darfur Utara terjadi di tengah meningkatnya intensitas pertempuran di wilayah lain di Sudan. Konflik yang semakin memanas telah memaksa evakuasi para pekerja bantuan kemanusiaan dari Kadugli, sebuah kota di Sudan selatan yang dilaporkan tengah dikepung dan mengalami krisis kelaparan akut. Evakuasi tersebut dilakukan pada Minggu waktu setempat demi keselamatan para pekerja kemanusiaan yang terancam oleh situasi keamanan yang memburuk.
Sejak pecah pada April 2023, konflik antara tentara Sudan dan RSF telah berkembang menjadi salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Puluhan ribu orang dilaporkan tewas akibat pertempuran, sementara hampir 12 juta lainnya terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Jutaan warga kini hidup dalam kondisi rentan, kekurangan pangan, layanan kesehatan, serta akses air bersih.
Organisasi internasional berulang kali memperingatkan bahwa konflik yang berlarut-larut tanpa solusi politik berpotensi memperparah krisis kemanusiaan, terutama di wilayah seperti Darfur yang telah lama dilanda kekerasan dan instabilitas. Serangan drone terhadap pasar Al-Harra menjadi simbol betapa ruang aman bagi warga sipil kian menyempit di Sudan.
Hingga kini, masyarakat internasional terus mendesak semua pihak yang bertikai untuk menghentikan kekerasan dan mematuhi hukum humaniter internasional. Namun, tanpa komitmen nyata untuk melindungi warga sipil, tragedi serupa dikhawatirkan akan terus berulang. []
Siti Sholehah.
