Israel Resmikan 19 Permukiman Baru, Ketegangan Tepi Barat Kian Meningkat

JAKARTA – Ketegangan politik di wilayah pendudukan Palestina kembali meningkat setelah kabinet keamanan Israel menyetujui pembangunan 19 permukiman baru di Tepi Barat. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis pemerintah Israel dalam memperkuat kontrol teritorial, sekaligus memicu kritik luas dari komunitas internasional yang menilai langkah tersebut semakin menjauhkan peluang penyelesaian konflik secara damai.

Persetujuan pembangunan permukiman ini diumumkan oleh kantor Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Minggu (21/12/2025) waktu setempat. Keputusan tersebut muncul tidak lama setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa ekspansi permukiman Israel di Tepi Barat telah mencapai titik tertinggi sejak 2017, meskipun wilayah tersebut secara luas diakui sebagai wilayah pendudukan berdasarkan hukum internasional.

Dalam pernyataannya, kantor Smotrich menyebutkan bahwa kabinet telah memberikan lampu hijau terhadap usulan yang diajukan bersama Menteri Pertahanan Israel Katz.

“Usulan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Pertahanan Israel Katz untuk mendeklarasikan dan meresmikan 19 permukiman baru di Yudea dan Samaria (sebutan Israel untuk Tepi Barat-red) telah disetujui oleh kabinet,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Langkah ini membuat total permukiman yang disetujui Israel dalam tiga tahun terakhir mencapai 69 lokasi. Pemerintah Israel memandang kebijakan tersebut sebagai upaya menjaga kepentingan nasional dan keamanan jangka panjang. Smotrich secara terbuka menegaskan bahwa pembangunan ini dimaksudkan untuk menghalangi pembentukan negara Palestina.

“Di lapangan, kita menghalangi pembentukan negara teror Palestina,” tegas Smotrich.

Ia juga menambahkan, “Kita akan terus mengembangkan, membangun, dan mendiami tanah warisan leluhur kita, dengan keyakinan pada keadilan jalan kita.”

Pernyataan tersebut memperkuat kekhawatiran berbagai pihak bahwa arah kebijakan Israel saat ini semakin menutup ruang kompromi politik. Sejumlah negara Barat, termasuk beberapa negara Eropa, Kanada, dan Australia, baru-baru ini mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Pengakuan ini justru memicu kecaman keras dari Tel Aviv.

Saat ini, lebih dari 500.000 warga Israel tinggal di Tepi Barat, di luar Yerusalem Timur yang telah dianeksasi sejak 1967. Di wilayah yang sama, sekitar tiga juta warga Palestina hidup berdampingan dalam kondisi keterbatasan akses dan mobilitas.

Dari 19 permukiman yang disetujui, sebagian berada di kawasan yang oleh pemerintah Israel disebut “sangat strategis”. Dua di antaranya, yakni Ganim dan Kadim di wilayah utara Tepi Barat, direncanakan dibangun kembali setelah dibongkar sekitar dua dekade lalu. Selain itu, lima permukiman lainnya sebenarnya telah ada sebelumnya, namun belum memiliki status hukum resmi menurut aturan Israel.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kembali menyuarakan keprihatinannya atas kebijakan tersebut. Ia menilai ekspansi permukiman Israel berlangsung tanpa henti dan berdampak langsung terhadap kehidupan warga Palestina.

“Hal itu terus memicu ketegangan, menghambat akses warga Palestina di tanah mereka dan mengancam kelangsungan hidup negara Palestina yang sepenuhnya merdeka, demokratis, berkesinambungan, dan berdaulat,” katanya.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga menyampaikan peringatan keras terhadap kemungkinan aneksasi Tepi Barat oleh Israel. “Israel akan kehilangan semua dukungan dari Amerika Serikat jika hal itu terjadi,” tegasnya.

Dengan meningkatnya tekanan internasional dan eskalasi kebijakan sepihak, masa depan proses perdamaian Israel–Palestina kembali berada dalam ketidakpastian. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *