Demo Dukung Tahanan Palestina, Greta Thunberg Diamankan Polisi
JAKARTA – Penangkapan aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, di London kembali memicu perdebatan mengenai batas antara kebebasan berekspresi dan penegakan hukum di Inggris. Insiden tersebut terjadi setelah Greta ikut serta dalam aksi demonstrasi yang menyuarakan dukungan terhadap sejumlah tahanan Palestina yang tengah melakukan mogok makan sebagai bentuk protes atas penahanan mereka.
Aksi tersebut digelar di kawasan pusat keuangan London dan melibatkan sejumlah aktivis dari berbagai latar belakang. Demonstrasi itu berfokus pada tuntutan pembebasan tahanan yang ditahan atas dugaan keterlibatan dengan kelompok Palestine Action, organisasi yang telah ditetapkan sebagai kelompok terlarang oleh pemerintah Inggris.
“Greta Thunberg ditangkap berdasarkan Undang-Undang Terorisme di demonstrasi penguncian tahanan untuk Palestina,” kata Prisoners for Palestine dalam sebuah pernyataan dilansir AFP, Selasa (23/12/2025).
Kepolisian Kota London mengonfirmasi bahwa total tiga orang diamankan dalam peristiwa tersebut. Penangkapan dilakukan setelah terjadi dugaan perusakan terhadap sebuah gedung di kawasan keuangan, di mana palu dan cat merah digunakan untuk merusak properti. Aparat menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran serius yang memicu respons cepat dari kepolisian.
Dalam aksi tersebut, Greta terlihat memegang papan bertuliskan pesan dukungan terhadap tahanan Palestina. Tulisan di papan itu berbunyi, ‘Saya mendukung tahanan Aksi Palestina. Saya menentang genosida’. Aksi simbolik tersebut menjadi sorotan karena berkaitan langsung dengan kelompok yang telah dilarang secara hukum di Inggris.
Pihak kepolisian memberikan penjelasan lebih rinci mengenai penangkapan yang dilakukan di lokasi.
“Seorang pria dan seorang wanita telah ditangkap karena dicurigai melakukan perusakan. Mereka menempelkan diri di dekat lokasi kejadian dan petugas khusus sedang berupaya membebaskan mereka dan membawa mereka ke tahanan polisi,” demikian pernyataan tersebut.
Tak lama berselang, aparat juga mengamankan seorang perempuan muda yang datang ke lokasi kejadian.
“Beberapa saat kemudian, seorang wanita berusia 22 tahun juga datang ke tempat kejadian. Ia telah ditangkap karena menampilkan sebuah barang yang mendukung organisasi terlarang (Palestine Action) yang bertentangan dengan Pasal 13 Undang-Undang Terorisme 2000,” tambah pernyataan itu.
Larangan terhadap Palestine Action diberlakukan pemerintah Inggris pada Juli lalu, menyusul aksi pembobolan pangkalan angkatan udara yang menyebabkan kerusakan senilai sekitar USD 9,3 juta. Sejumlah aktivis yang terlibat dalam insiden tersebut kini menghadapi proses hukum, dan sebagian dari mereka melakukan mogok makan sebagai bentuk protes terhadap perlakuan yang diterima serta tuntutan agar diberikan pembebasan dengan jaminan.
Kelompok tahanan yang melakukan mogok makan diketahui berusia antara 20 hingga 31 tahun. Dua orang memulai aksi mogok makan sejak awal November, sementara yang lainnya menyusul pada pekan-pekan berikutnya. Aksi tersebut menambah tekanan terhadap pemerintah Inggris di tengah meningkatnya demonstrasi solidaritas Palestina di berbagai kota.
Pemerintah Inggris menegaskan bahwa larangan terhadap Palestine Action menjadikan segala bentuk dukungan atau keanggotaan sebagai tindak pidana serius dengan ancaman hukuman hingga 14 tahun penjara. Kebijakan ini berdampak luas, dengan sedikitnya 2.300 penangkapan demonstran tercatat sejak aturan tersebut diberlakukan.
Data Kepolisian Metropolitan London hingga akhir November menunjukkan bahwa dari lebih dari 2.000 orang yang ditangkap, sebanyak 254 orang telah didakwa dengan pelanggaran yang lebih ringan, yang ancaman hukumannya mencapai enam bulan penjara.
Penangkapan Greta Thunberg, figur global yang dikenal luas sebagai simbol aktivisme generasi muda, menambah sorotan internasional terhadap kebijakan keamanan Inggris. Kasus ini dinilai mencerminkan kompleksitas penegakan hukum di tengah meningkatnya aksi solidaritas global terhadap konflik Palestina-Israel. []
Siti Sholehah.
