Korban Main Hakim Sendiri di Cianjur Tutup Usia

JAKARTA – Kasus dugaan penganiayaan terhadap Nenek Asyah (76) di Cianjur, Jawa Barat, kembali menyita perhatian publik setelah korban dinyatakan meninggal dunia. Nenek Asyah sebelumnya menjadi korban kekerasan massa setelah dituding secara keliru sebagai penculik anak. Peristiwa tersebut menyisakan luka fisik dan trauma mendalam yang diduga berkontribusi terhadap memburuknya kondisi kesehatan korban hingga akhir hayatnya.

Dilansir detikJabar, Sabtu (27/12/2025), kabar duka tersebut dikonfirmasi oleh kuasa hukum keluarga, Fanfan Nugraha. Ia menyebut Nenek Asyah meninggal dunia pada Jumat (26/12/2025) dini hari sekitar pukul 04.00 WIB. Informasi tersebut diterimanya langsung dari pihak keluarga.

“Meninggal tadi subuh. Memang beberapa hari terakhir sakit, dan dirawat jalan di rumah sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhirnya,” kata Fanfan.

Menurut Fanfan, kondisi kesehatan Nenek Asyah terus mengalami penurunan sejak peristiwa penganiayaan yang dialaminya. Pada usia yang telah lanjut, tubuh korban dinilai tidak mampu pulih secara optimal dari dampak kekerasan tersebut. Luka memar yang dialami Nenek Asyah disertai tekanan psikologis membuat aktivitas hariannya terganggu.

Fanfan mengungkapkan bahwa setelah kejadian itu, Nenek Asyah mengalami kesulitan berjalan dan bahkan sempat terjatuh dua kali saat beraktivitas di dalam rumah. Kondisi tersebut semakin memperparah keadaan fisiknya dan menimbulkan kekhawatiran keluarga.

“Nenek Asyah sudah lanjut usia, sehingga kejadian penganiayaan membuat kondisi Nenek terus memburuk. Dampaknya berkepanjangan secara fisik dan mental,” kata dia.

Kasus yang menimpa Nenek Asyah sempat memicu gelombang simpati luas dari masyarakat. Banyak pihak menilai insiden tersebut sebagai contoh nyata bahaya main hakim sendiri yang dipicu oleh informasi yang belum terverifikasi. Tuduhan penculikan yang tidak berdasar berujung pada kekerasan terhadap seorang lansia yang seharusnya mendapat perlindungan, bukan perlakuan brutal.

Di tengah kondisi kesehatannya yang menurun, Nenek Asyah sempat mewujudkan satu impian besar dalam hidupnya. Berkat bantuan seorang dermawan, ia diberangkatkan untuk menunaikan ibadah umroh, yang selama ini menjadi cita-citanya.

“Sejak kejadian itu ada dermawan yang memberangkatkan Nenek Asyah umroh. Jadi sebelum meninggal, mimpinya sudah terwujud,” kata dia.

Keluarga menyebut perjalanan umroh tersebut menjadi momen yang sangat berarti bagi Nenek Asyah, sekaligus memberikan ketenangan batin setelah pengalaman pahit yang dialaminya. Sepulang dari Tanah Suci, ia lebih banyak beristirahat di rumah hingga akhirnya wafat.

Jenazah Nenek Asyah dimakamkan pada Jumat siang di pemakaman umum yang berada tak jauh dari kediamannya. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat luas tentang pentingnya menahan diri, mengedepankan klarifikasi, dan menyerahkan penanganan dugaan tindak kriminal kepada aparat berwenang.

Kasus ini juga menegaskan perlunya edukasi publik mengenai bahaya penyebaran tuduhan tanpa bukti serta pentingnya perlindungan hukum bagi kelompok rentan, terutama lanjut usia, agar tragedi serupa tidak kembali terulang. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *