Eks Ibu Negara Korsel Didakwa Terima Suap Mewah Rp 4,3 M
SEOUL – Dunia politik Korea Selatan kembali diguncang setelah jaksa mendakwa mantan Ibu Negara Kim Keon Hee atas dugaan penerimaan suap mewah bernilai ratusan juta won serta keterlibatan tidak sah dalam urusan kenegaraan. Kasus ini menjadi sorotan luas karena menjerat istri mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, sekaligus menambah daftar panjang skandal yang menggerus kepercayaan publik terhadap elite politik negeri tersebut.
Dalam pernyataan resminya, jaksa menyebut nilai suap yang diduga diterima Kim Keon Hee mencapai 377,25 juta won atau setara sekitar Rp 4,3 miliar. Barang-barang yang disebut sebagai suap tersebut mencakup berbagai hadiah mewah, mulai dari karya seni, perhiasan bernilai tinggi, hingga tas tangan merek ternama dunia.
Dilansir AFP, Senin (29/12/2025), Kim Keon Hee ditangkap pada Agustus lalu dan sejak itu menjadi subjek penyelidikan intensif atas dugaan manipulasi saham serta penerimaan hadiah dari Gereja Unifikasi, organisasi keagamaan yang kerap disebut memiliki pengaruh politik dan dianggap mirip sekte oleh sebagian kalangan. Selain itu, Kim juga dituduh ikut campur secara ilegal dalam proses pemilihan parlemen.
Jaksa Min Joong-ki, yang memimpin penyelidikan, menilai tindakan Kim telah mencederai sistem kenegaraan Korea Selatan. Ia menyatakan bahwa lembaga-lembaga negara telah “sangat dirusak oleh penyalahgunaan kekuasaan” yang dilakukan mantan ibu negara tersebut.
Seorang jaksa lain, Kim Hyung-geun, menegaskan bahwa Kim diduga memainkan peran tersembunyi dalam urusan negara.
“Secara ilegal ikut campur dalam urusan negara di balik layar, di luar pandangan publik,” kata jaksa Kim Hyung-geun.
Menurut dakwaan, Kim Keon Hee diduga menerima dua tas Chanel dan sebuah kalung Graff dari pemimpin Gereja Unifikasi. Selain itu, ia juga dituduh menerima perhiasan mewah lainnya, lukisan karya pelukis minimalis ternama Korea Selatan Lee Ufan, tas tangan Dior, serta sebuah jam tangan mahal. Jaksa meyakini pemberian tersebut berkaitan dengan upaya memengaruhi kebijakan dan keputusan politik.
Mantan Presiden Yoon Suk Yeol telah membantah mengetahui transaksi tersebut saat diperiksa penyidik. Namun, jaksa menyebut bantahan itu sulit diterima secara logis mengingat posisi dan kedekatan hubungan antara Kim dan Yoon selama menjabat sebagai pasangan presiden dan ibu negara.
Pada awal Desember 2025, jaksa menuntut hukuman penjara selama 15 tahun terhadap Kim Keon Hee serta denda sebesar 2 miliar won. Jaksa menilai Kim telah “berada di atas hukum” dan berkolusi dengan Gereja Unifikasi sehingga merusak prinsip pemisahan agama dan negara yang dijamin konstitusi Korea Selatan.
Kim Keon Hee membantah seluruh dakwaan tersebut. Dalam kesaksian terakhirnya, ia menyebut tuduhan yang diarahkan kepadanya tidak adil.
“Namun ketika saya mempertimbangkan peran saya dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada saya, tampaknya jelas bahwa saya telah membuat banyak kesalahan,” katanya.
Kasus ini semakin memperburuk situasi politik Korea Selatan pasca-deklarasi darurat militer oleh Yoon Suk Yeol pada Desember 2024, yang berujung pada pencopotannya dan penangkapannya atas tuduhan pemberontakan. Perkara ini mencatat sejarah baru, karena untuk pertama kalinya seorang mantan presiden Korea Selatan dan istrinya sama-sama ditahan.
Pengadilan Seoul dijadwalkan menjatuhkan vonis terhadap Kim Keon Hee pada 28 Januari 2026. Putusan tersebut dinantikan publik sebagai ujian penting bagi supremasi hukum dan integritas sistem peradilan Korea Selatan. []
Siti Sholehah.
