Klaim Serangan Drone ke Rumah Putin Picu Ketegangan Baru
MOSKOW– Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali meningkat di tengah upaya diplomasi untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir empat tahun. Pemerintah Rusia menuduh Ukraina melakukan serangan drone berskala besar yang menargetkan salah satu kediaman Presiden Vladimir Putin. Tuduhan tersebut langsung dibantah oleh Ukraina, yang menyebut klaim Moskow sebagai kebohongan dan rekayasa politik.
Tuduhan itu disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Dalam pernyataannya kepada publik, Lavrov mengatakan Ukraina telah meluncurkan puluhan drone jarak jauh menuju kediaman Putin yang berada di wilayah Novgorod, Rusia barat.
Menurut Lavrov, serangan tersebut berlangsung sejak Minggu (28/12/2025) tengah malam hingga Senin (29/12/2025) dini hari waktu setempat. Ia menyebut total ada “91 kendaraan udara tanpa awak jarak jauh” yang diarahkan ke kawasan tersebut.
Semua drone itu, kata Lavrov, berhasil dicegat dan dihancurkan oleh sistem pertahanan udara Rusia. Ia menegaskan tidak ada korban jiwa maupun kerusakan material akibat insiden tersebut.
“Tidak ada korban luka dan tidak ada kerusakan,” ujar Lavrov, sembari menyebut aksi tersebut sebagai bentuk “terorisme negara”.
Pernyataan ini menarik perhatian karena Rusia jarang secara terbuka mengumumkan serangan drone di wilayahnya, terlebih yang diklaim menargetkan kediaman presiden. Moskow juga tidak merinci lokasi pasti kediaman yang dimaksud maupun menyertakan bukti visual atau teknis terkait klaim tersebut.
Lavrov menekankan bahwa dugaan serangan itu terjadi di saat pembicaraan mengenai kemungkinan kesepakatan damai dengan Ukraina masih berlangsung. Ia memperingatkan bahwa tindakan semacam itu dapat berdampak pada posisi Rusia dalam perundingan.
“Mengingat kemerosotan total rezim kriminal Kyiv, yang telah beralih ke kebijakan terorisme negara, posisi negosiasi Rusia akan dipertimbangkan kembali,” kata Lavrov dalam pernyataannya.
Meski demikian, ia tidak menjelaskan secara rinci bagaimana perubahan sikap Moskow tersebut akan diterapkan atau apakah Rusia akan menarik diri dari perundingan yang tengah difasilitasi oleh Amerika Serikat dan didukung sejumlah negara Eropa.
Lavrov juga menyatakan bahwa Angkatan Bersenjata Rusia telah memilih target-target tertentu sebagai bagian dari langkah balasan.
“Tindakan sembrono seperti itu tidak akan dibiarkan begitu saja,” tegasnya.
Menanggapi tuduhan tersebut, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky membantah keras klaim Rusia. Ia menyebut tuduhan serangan drone ke kediaman Putin sebagai “rekayasa sepenuhnya” dan menilai Moskow sengaja menyebarkan narasi tersebut untuk melemahkan proses perdamaian.
Zelensky menyatakan bahwa tudingan Rusia itu tidak berdasar dan bertujuan menciptakan dalih untuk melanjutkan eskalasi militer.
Selain membantah keterlibatan Ukraina, Zelensky juga memperingatkan bahwa Rusia justru tengah mempersiapkan serangan baru terhadap gedung-gedung pemerintahan di Kyiv.
Pernyataan saling tuding ini muncul di tengah situasi medan perang yang masih panas. Serangan lintas wilayah terus terjadi meskipun jalur diplomasi kembali dibuka, memperlihatkan rapuhnya kepercayaan antara kedua pihak.
Hingga kini, tidak diketahui apakah Presiden Vladimir Putin berada di kediaman tersebut saat dugaan serangan drone terjadi. Kremlin juga belum memberikan keterangan tambahan terkait aktivitas Putin pada waktu itu.
Pengamat menilai tuduhan ini berpotensi memperkeruh suasana negosiasi yang sudah rumit. Tanpa bukti yang dapat diverifikasi secara independen, klaim Moskow dan bantahan Kyiv memperlihatkan bagaimana perang informasi masih menjadi bagian tak terpisahkan dari konflik Rusia–Ukraina.
Di tengah tudingan dan ancaman balasan, masa depan perundingan damai kembali diliputi ketidakpastian. Meski kedua pihak secara terbuka menyatakan tidak menutup pintu dialog, eskalasi retorika dan aksi militer di lapangan menunjukkan bahwa jalan menuju perdamaian masih jauh dari kata aman. []
Siti Sholehah.
