Komisi III dan IV Gelar Rakor Dengan Mitra Kerja

KUTAI KARTANEGARA – Demi memaksimalkan kinerja anggota dewan dalam Tugas Pokok Fungsi (Tupoksi) legislasi, penganggaran dan pengawasan, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menggelar rapat koordinasi dengan mitra kerja di Ruang Badan Musyawarah (Banmus) Selasa, (1/9).

Pada rapat yang dipimpin Ketua Komisi IV Isnaini didampingi Wakil Ketua II Sudirman beserta anggota Komisi IV itu mengundang mitra kerja, Dinas Pendidikan Kukar, Dinas Sosial, manajemen RSUD Dayaku Raja Kota Bangun, dan Manajemen RSUD ABADI Samboja beserta intansi terkait lainnya.

“Di tahun 2016 kita minta supaya bisa mengakomodir semua kekurangan-kekurangan di semua sektor yang dialami setiap SKPD,” kata Isnaini.

Rakor dengan Mitra

Isnaini menyampaiakan dalam hal ini, Komisi IV berupaya untuk mengamankan anggaran dan menegaskan kepada SKPD terkait selaku mitra kerja tidak perlu khawatir.

“Sampaikan dan usulkan apa saja yang menjadi kebutuhan prioritas dari masing-masing SKPD. Kami Komisi IV akan mengkomunikasikan hal ini dengan didampingi Ketua dan unsur pimpinan lainnya dengan pihak Bappeda karena hal ini sudah ada kesepakatan,” ucapnya.

Isnaini menambahkan, Komisi IV terus berupaya untuk memprioritaskan di dunia pendidikan. “Kalau bisa di tahun 2015 ini yang sangat mendesak dan menjadi prioritas yaitu adalah meubeler. Kalau kita hitung ada sekitar Rp90 miliar yang belum masuk ke sektor pendidikan. Jadi kalau bisa ini kita pertanyakan dan bisa masuk ke Disdik pada APBD Perubahan ini,” sebutnya.

“Hal ini diupayakan untuk memenuhi target 20 persen khusus bidang pendidikan. Tidak usah lebih lah, pas saja 20 persen itu sudah syukur. Saat ini hanya 18 persen, kalau kita hitung yang harus masuk lagi itu harus masuk sekitar Rp90 miliar,” tambahnya.

Dalam kajian Komisi IV dan Disdik Kukar, masalah meubeler manjadi prioritas di 2015 karena bersentuhan langsung dengan baik tidaknya terlenggaranga pendidikan yang berkualitas di Kukar.

“Kalau untuk diperubahan ini, saya kira terkait meubeler ini masih mampu dilaksanakan, karena ada pabrik-pabrik besar meubeler yang mampu untuk mengadakannya. Di samping itu juga untuk SKPD lainnya saya minta tolong apa saja yang bisa diakomodir tolong koordinasikan ke Komisi IV dengan segera,” tegasnya.

Dalam rakor tersebut, diketahui bahwa masih banyak persoalan pendidikan yang hingga saat ini belum terselesaikan. Selain masalah meubeler, gedung sekolah dan fasilitas penunjang pendidikan lainnya, Komisi IV juga meminta kepada Disdik untuk lebih memperhatikan sebaran sekolah keagamaan yang ada di 18 kecamatan.

“Seperti kita ketahui bersama 75 persen warga Kukar beragama Islam. Menjadi tanggung jawab kita bersama dan seyogyanya adalah di 18 kecamatan harus ada Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Madrasah Aliyah negeri,” kata Anggota Komisi IV M Behman.

Behman menyebut, satu paket jenjang pendidikan madrasah negeri penting dan harus dimiliki di setiap kecamatan. Di samping itu dirinya juga berharap perhatian pemerintah kepada SMA Negeri 3 unggulan agar segera diadakan pembangunan pagar dan pemasangan CCTV.

Di waktu bersamaan, anggota Komisi IV lainnya yakni Dayang Marisa turut menanyakan persoalan buku pada Disdik. “Kita minta secara tertulis kepada Dinas Pendidikan bahwasannya peraturan terkait pembelian buku yang dirasa sangat memberatkan oleh pihak orang tua murid. Dengan begitu saya bisa memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya kepada orang tua murid sesuai rekomendasi dari Disdik,” kata Marisa.

Marisa menyampaikan selama ini ketika ajang penerimaan murid baru maka dimanfaatkan pula oleh pihak sekolah sebagai ajang mendapatkan dana tambahan melalui pembelian buku yang diwajibkan kepada murid baru.

“Setahu kami buku-buku ini digratiskan, namun entah kenapa harus ada kewajiban buku-buku ini harus dibayar dan hal ini tentunya sangat memberatkan orang tua murid,” ucapnya. [] Advetorial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.