Zulfadhli, Tersangka Korupsi Dana Bansos Segera Disidang
PONTIANAK-Cepat atau lambat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat, kini sedang mempersiapkan dakwaan terhadap anggota DPR RI, Zulfadhli dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemprov Kalbar untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kalbar dan Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalbar, Reza Syahrial mengatakan, dakwaan tersangka sedang disusun, dan kemudian akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak. Itu artinya, penyerahan berkas perkara akan secepatnya dilakukan dan seterusnya disidangkan.
“Pelimpahan berkas dan barang bukti tersangka dari penyidik Polda Kalbar kepada Kejati sudah dilakukan. Mungkin sebentar lagi akan segera disidang. Saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) tengah mempersiapkan proses selanjutnya, yakni penuntutan di dalam persidangan,” kata Reza di Pontianak, Rabu (28/9).
Namun demikian, kejaksaan tidak langsung melakukan penahanan. Zulfadhli dianggap koorporatif dalam setiap penyidikan. Terlebih, saat masih dalam proses penyidikan kepolisian juga tidak melakukan penahanan. “Karena dia koorporatif, jadi tidak dilakukan penahanan. Sama kayak waktu masih disidik Polda,” ucapnya.
Pihak kepolisian sebelmnya telah menyerahkan berkas perkara tahap I kepada JPU sejak 12 Februari 2016. Kemudian dinyatakan lengkap atau P-21 oleh JPU pada 23 Agustus 2016, berdasarkan surat keputusan Kejaksaan Tinggi Kalbar Nomor: B-2021/Q.15/Ft.1/08/2016.
Selanjutnya kepolisian menyerahkan tersangka dan barang bukti atau dilakukan tahap II ke Kejati Kalbar pada Kamis, 22 September 2016 lalu. “Kasus itu (Bansos) sudah selesai tahap II, atau berkas tersangka dan barang bukti sudah dilimpahkan kepada JPU, pekan lalu,” kata Kapolda Kalbar, Irjen Pol Musyafak dalam dialog dan silaturahmi yang digelar kepolisian bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan, Rabu (28/9) di Mapolda Kalbar.
Dijelaskan Musyafak, sejak berkas perkara dipastikan lengkap oleh JPU pada 23 Agustus silam, otomatis penyidik kepolisian tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melimpahkan kasus itu agar ditangani selanjutnya oleh Kejaksaan sebagai pengacara negara.
“Dalam hal ini, jika berkasnya sudah rampung, penyidik kepolisian memiliki kewajiban untuk menyerahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan,” ujarnya.
Setelah proses pelimpahan itu dilakukan, semua tanggungjawab kemudian berada di kejaksaan untuk menggelar persidangan. “Sejak dilimpahkan kemarin, itu langsung menjadi tanggungjawab kejaksaan,” ucapnya.
Seperti diketahui, tersangka Zulfadli diduga terlibat melakukan korupsi dana Bansos KONI tahun anggaran 2007 hingga 2009, serta dana Fakultas Kedokteran Untan tahun 2006 hingga 2008 senilai Rp20 miliar.
Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda Kalbar, Kombes Pol Wawan Munawar mengatakan, adapun barang bukti yang disita dari Zulfadli di antaranya satu unit rumah di wilayah Depok, Jawa Barat, uang tunai senilai Rp1,25 miliar, dan satu unit mobil merk Proton.
Atas perbuatan tersebut, Zulfadli dijerat dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan pasal 55, 64 KUHP dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Perkara ini jelas Wawan, bermula dari dari hasil audit reguler yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalbar terhadap laporan keuangan Pemprov tahun anggaran 2008, termasuk dana Bansos tahun 2006 hingga tahun 2008. BPK memutuskan tidak menyatakan pendapat alias disclaimer opinion (DO) karena tidak meyakini beberapa kelompok penggunaan anggaran.
BPK juga telah membentuk tim Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan hasilnya mengindikasikan adanya kerugian negara berupa empat penggunaan bansos bermasalah, yakni temuan dana Bansos untuk KONI Kalbar dan Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan yang digunakan untuk menalangi pinjaman pimpinan dan beberapa anggota DPRD Kalbar kepada Sekretariat Daerah sebesar Rp10,07 miliar.
Kemudian, pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh wakil bendahara KONI kepada Satgas Pra-PON sebesar Rp1,368 miliar yang tidak dipertanggungjawabkan. Selanjutnya ada pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh Wakil Bendahara KONI Kalbar kepada Satgas Pelatda PON XVII sebesar Rp8,59 miliar, serta adanya ketekoran kas KONI Kalbar tahun 2009 yang terindikasi kerugian daerah sebesar Rp2,114 miliar.
Hasil laporan BPK RI tersebut kemudian diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kemudian dilanjutkan kepada Polda Kalbar. “Berdasarkan hasil pemeriksaan, terhitung sejak 7 Januari 2011, penyidik Tipikor Dit Reskrim Polda Kalbar memulai proses penyidikan,” ungkapnya.
Lanjutan pemeriksaan yang dilakukan BPK pada tahun 2012 kemudian diketahui, dari total dana Bansos yang diterima sebesar Rp48,2 miliar, ditemukan kerugian negara senilai Rp15,2 miliar. Jumlah inilah menurut kepolisian yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pengurus KONI Kalbar.
Selain itu, aliran dana Bansos Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan yang dijabat tersangka, juga dinilai bermasalah. Sesuai dengan surat BPK RI Nomor 15/S/XIX/PNK/01/2015 pada 15 Januari 2015, ditemukan kerugian negara sebesar Rp5 miliar.
Perkara ini juga menyeret mantan Gubernur Kalbar, Usman Ja’far (almarhum) dan mantan Wakil Bendahara KONI Kalbar, Iswanto. Untuk kasus yang melibatkan Usman Ja’far, proses penyidikan dihentikan (SP3) lantaran yang bersangkutan meninggal dunia karena sakit.
“Untuk tersangka Iswanto sudah mendapat putusan hukuman yang berkekuatan tetap (inkrah) berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak dengan Nomor 11/Pid.Sus/TP.Korupsi/2013/PN.PTK pada 29 Agustus 2013,” ucapnya.
Wawan memaparkan, modus yang digunakan tersangka Zulfadhli adalah dengan meminjam dana kepada Sekda Propinsi Kalbar, dan pemberian tersebut atas perintah serta persetujuan Usman Ja’far. “Pinjaman tersebut tidak dikembalikan sehingga mengakibatkan kas Sekda Kalbar mengalami ketekoran,” jelasnya.
Untuk menutupi kekurangan kas, sebagai gubernur, Usman Ja’far saat itu kemudian memerintahkan Sekda untuk meminjam dan menggunakan dana Bansos ke KONI dan Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan yang bersumber dari APBD Propinsi Kalbar.
“Untuk mempertanggungjawabkan dana tersebut, KONI tidak mengembalikan dana, namun dibuatkan pertanggungjawaban fiktif dan seolah-olah bahwa dana tersebut benar dipergunakan untuk membiayai kegiatan dan operasional KONI Kalbar,” jelasnya.
Sedangkan untuk pengembalian dana Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan sebesar Rp5 miliar, dikembalikan secara bertahap sejak tahun 2009 hingga 2012. Pengembalian dilakukan oleh Usman Ja’far dan Zulfadli melalui Sekda Propinsi sebesar Rp3,75 miliar, dan sisanya Rp1,25 miliar disita guna kepentingan penyidikan.
Sejak menangani kasus ini, Wawan mengaku pihaknya mengalami kendala dalam hal pemanggilan, karena untuk memanggil tersangka yang masih aktif menjadi anggota DPR RI, membutuhkan waktu dan proses yang harus dilewatI. (Sumber:SP/Rachmat Effendi)