Kasus Joni Isnaini Bolak-Balik Polda-JPU Kejati Kalbar, Ada Apa?
PONTIANAK (Beritaborneo.com)-Berkas perkara Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Kalimantan Barat (Ketum Kadin Kalbar), Joni Isnaini, hingga saat ini terus bolak-balik antara Penyidik Kepolisian dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Padahal Joni, ditangkap sejak Senin, 28 Maret 2022 di Jakarta. Artinya, pada Selasa, 14 Juni 2022, sudah genap 80 hari atau 3 bulan kurang, ia menginap di tahahanan Mapolda Kalbar.
Tentunya, kondisi ini menjadi pertanyaan banyak pihak, karena Joni Isnaini adalah tersangka dengan beberapa kasus, di antaranya adalah tersangka pada Kasus Korupsi pengerjaan proyek Jalan Tebas-Jawai di Kabupaten Sambas Tahun Anggaran 2019 dan ia terancam dimiskinkan.
Selain dijerat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dia juga akan dijerat dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), di mana, terhadap tersangka Joni Isnaini, juga dijerat Undang-Undang UU TPPU.
Lalu, untuk penanganan dan penyidikan lebih lanjut, penyidik Polda Kalbar telah membuatkan laporan polisi terpisah terkait TPPU. Tentunya nanti akan berkembang bila terpenuhi unsur, termasuk memungkinkan bagi pihak-pihak yang terbukti mendapatkan keuntungan dari para tersangka hasil korupsi yang dipersangkakan.
Namun demikian, hingga saat ini, kasus Joni Isnaini belum juga mendapat titik terang kapan akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar dalam rangka diajukan ke Pengadilan untuk dibuktikan kejahatan yang dilakukan oleh Bos PT Batu Alam Berkah (BAB) tersebut.
Penyidik, saat ini masih fokus pada tindak pidana utama tersangka Joni Isnaini, yakni korupsi dan terus berkonsultasi bersama Kejati Kalbar.
Penuhi Syarat Formil-Materil
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kalbar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan, memastikan Joni Isnaini saat ini masih ditahan Polda Kalbar. Ia pun menyatakan untuk kasusnya juga masih terus dilakukan koordinasi intens dengan pihak JPU agar ada kepastian hukum.
“Ada beberapa keterangan bukti hukum yang harus dilengkapi dan mudah-mudahan dalam waktu dekat ada kejelasan,” ungkap Kombes Pol Jansen, saat dihubungi Suara Pemred, Senin (13/6).
Kombes Pol Jansen menjelaskan, mengapa berkas perkara Joni ini masih dikembalikan ke kejaksaan? Karena hal tersebut merupakan hal yang biasa dalam penyidikan.
“Sebab, Jaksa wajib meneliti hal tersebut terlebih dahulu, agar nantinya pada saat persidangan, Jaksa yang mewakili Polri tidak dirugikan. Tentunya dengan perkembangan kasus yang masih didalami pihak penyidik maupun kejaksaan, masyarakat tidak perlu khawatir, karena Polri tentu akan bekerja semaksimal mungkin agar kasus ini bisa terungkap,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kapenkum) Kejati Kalbar, Pantja Edi Kurniawan menyebutkan, jika pihaknya masih terus mempelajari berkas perkara yang tangani saat ini. Ia juga memastikan, sudah beberapa kali berkoordinasi dengan penyidik Polda Kalbar, terkait kelengkapan berkas perkara.
“Namun, setelah kita pelajari ternyata ada beberapa hal yang harus dilengkapi tim penyidik. Kelengkapan petunjuk tersebut kita tuangkan dalam P-19 untuk dilengkapi sebagai syarat formil maupun materil terhadap berkas perkara,” terang Edi.
Ketika ditanya kelengkapan formil maupun materil apa saja yang menjadi kendala Kejati Kalbar selama ini, Edi meminta agar hal tersebut ditanyakan langsung ke pihak tim penyidik Polda Kalbar.
Sementara terkait dengan batas waktu kapan berkas harus masuk ke kejaksaan, Edi menjelaskan bahwa sebenarnya dalam 14 hari berkas dari kepolisian harus sudah masuk.
“Tetapi, karena penahanan tersangka ini dikejar waktu masa tahanan, bisa kemungkinan kasus segera di percepat atau ditambah masa waktunya, semuanya masih tergantung penyidik yang menangani,” tuturnya.
DPO Pelarian
Joni Isnaini, sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kasus Tindak Pidana Korupsi dan akhirnya ditangkap. Joni ditangkap saat nongkrong dan kongkow pada sebuah kafe, di kawasan Jakarta Barat, Senin, 28 Maret 2022.
Setelah diterbangkan dari Jakarta ke Pontianak, Joni Isnaini lebih dulu melakukan pemeriksaan kesehatan, kemudian diperiksa sebagai tersangka. Setelah hasil tes kesehatannya selesai, tersangka akan diperiksa dan ditahan oleh Mapolda Kalbar.
Polda Kalbar sendiri menerbitkan DPO terhadap Joni Isnaini, usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi pembangun Jalan Tebas, Kabupaten Sambas pada 2019.
Dalam perkara tersebut, Joni Isnaini menjabat sebagai Direktur PT BAB dan pelaksana proyek.
Selain tidak memenuhi panggilan penyidik, Joni juga dinilai tidak kooperatif dan mempersulit proses penyidikan. Hal ini yang membuat Polda Kalbar menerbitkan status DPO terhadap Joni.
“Dari empat tersangka, hanya Joni yang belum dilaksanakan pemeriksaan sebagai tersangka. Selain tidak mengindahkan dan memenuhi panggilan, (dia) juga dinilai tidak kooperatif dan mempersulit proses penyidikan,” kata Jansen.
Surat DPO atas nama Joni Isnaini beredar pada Minggu siang. Surat tersebut ditandatangani Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar, Kombes Pol Luthfie Sulistiawan pada Selasa, 22 Februari 2022.
ia ditetapkan sebagai DPO usai dua kali mangkir panggilan polisi dan saat akan dijemput paksa, sudah tidak ada di kediamannya.
Pasal Berlapis
Selain jadi tersangka kasus Tindak Pidana Korupsi, Joni juga dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
“Terhadap tersangka Joni Isnaini, juga dijerat Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang,” kata Kombes Pol Jansen.
Menurut Jansen, untuk penanganan dan penyidikan lebih lanjut, penyidik Polda Kalbar telah membuatkan laporan polisi terpisah. Kendati demikian, jelas Jansen, saat ini penyidik masih fokus pada tindak pidana utama tersangka Joni Isnaini, yakni korupsi.
“Tentunya nanti akan berkembang bila terpenuhi unsur, termasuk memungkinkan bagi pihak-pihak yang terbukti mendapatkan keuntungan dari para tersangka hasil korupsi yang dipersangkakan,” ujar Kombes Pol Jansen.
Menanti Kepastian Status P-21
KUASA Hukum Joni Isnaini, Herman Hofi Munawar mengatakan, dengan penangkapan kliennya maka pihaknya akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Dia berharap kasus yang menimpa kliennya tersebut segera ditetapkan P21 (hasil penyidikan perkara pidana sudah lengkap).
“Kita ikuti semua proses hukum yang ada sesuai ketentuan yang ada,” ucap Kuasa Hukum Joni Isnaini, Herman Hofi Munawar, belum lama ini.
“Kita mengikuti saja prosesnya seperti apa, mudah-mudahan segera P21 sehingga semakin jelas masalahnya,” tambah Herman.S
ebelumnya, Herman mengungkapkan dalam kasus yang menimpa kliennya tersebut terdapat banyak kejanggalan.
Termasuk penyidik mengabaikan hukum konstruksi yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017.Selain itu menurutnya penyidik juga mengabaikan Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
“Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 berserta turunannya bersifat lex specialis, namun sayangnya penyidik sama sekali tidak menoleh undang-undang yang digunakan dalam jasa konstruksi,” jelasnya.
Ia menambahkan semua persoalan apapun yang ada didalam jasa kontruksi sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 bersama turunannya.
Di dalam jasa konstruksi menurutnya tidak ada unsur pidana karena lebih mengarah kepada persoalan perdata.
Dia juga mengungkapkan terkait proyek tersebut merupakan APBD 2019 dengan anggaran sebesar Rp12 miliar dengan panjang jalan lima kilometer dan lebar lima meter serta kedalaman 25 sentimeter.
Proyek tersebut telah selesai serta memiliki PHO dan FHO sehingga tidak memiliki persoalan.Ia menuturkan saat proyek tersebut sedang dalam proses pengerjaan penyidik sudah melayangkan surat panggilan terhadap kliennya.
Hal tersebut menurutnya keliru dan tidak boleh dilakukan oleh penyidik karena proyek tersebut sedang dalam proses pengerjaan.
“Dalam ketentuan itu tidak boleh, orangkan lagi bekerja kok lalu dipanggil-panggil, itu sudah keliru,” jelasnya.
Herman menjelaskan kemudian penyidik melakukan penyidikan terhadap proyek tersebut. Selain itu BPK RI perwakilan Kalbar juga melakukan pemeriksaan terhadap proyek tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan ditemukan sisa anggaran sebesar 8 juta rupiah. Lalu sesuai dengan temuan tersebut sudah disetorkan ke kas daerah.
“Artinya sudah selesai akan tetapi penyidik tidak puas dengan menggunakan BPK RI perwakilan Kalbar,” tuturnya.
Selanjutnya BPK RI perwakilan Kalbar juga menggandeng laboratorium fakultas teknik Untan yang telah terakreditasi A.
Dalam pemeriksaan tersebut juga tidak ditemukan masalah. Sehingga sudah sesuai standar yang telah ditentukan.
Menurut Herman, penyidik kembali tidak puas dengan hasil tersebut dan menggandeng politeknik Bandung serta BPK RI.
Lalu dari pemeriksaan tersebut ternyata ditemukan kerugian sebesar Rp8 miliar. Sehingga hal tersebut yang dasar kliennya dinyatakan menjadi tersangka.
“Logikanya pagu anggaran tersebut Rp12 miliar dengan panjang jalan lima kilometer, lebar lima meter dan ketebalan 25 sentimeter, jika seandainya ditemukan kerugian hampir 9 miliar berarti itu lost, artinya dianggap sudah tidak ada,” katanya.
“Sebab tidak mungkin jika ditemukan temuan hingga 9 miliar sementara anggaran 12 miliar berarti hanya tersisa 3 miliar. Tidak mungkin jalan itu bisa selesai dengan angaran tiga miliar rupiah. Sementara jalan tersebut sampai sekarang bagus dan tidak ada masalah serta sudah dimanfaatkan masyarakat setempat,” tambahnya.
Dikatakanya dalam hal tersebut penyidik mengabaikan undang-undang kontruksi.
Selain itu saat menggandeng politeknik bandung dan BPK RI berita acara pemeriksaan sampai sekarang tidak pernah diberitahukan.
Hal ini menurutnya menjadi lucu karena berita acara pemeriksaan tersebut tidak pernah diberitahukan.
“Kasus ini kasus yang seolah-olah dipaksakan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Joni Isnaini dan sejumlah tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi pengerjaan proyek Jalan Tebas-Jawai di Kabupaten Sambas ini juga sempat mengajukan praperadilan karena menilai penetapan tersangka yang ditetapkan oleh Polda Kalbar tidak tepat.
Namun pada akhirnya, gugatan praperadilan tersebut ditolak Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.Putusan tersebut dibacakan oleh hakim tunggal Wuryati pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, pada Senin, 14 Maret 2022.
Majelis hakim menilai, pihak pemohon tidak dapat membuktikan di persidangan bahwa dalil penetapan status tersangka atas ketiganya dalam dugaan kasus korupsi tersebut tidak sah. Termasuk proses penahanan terhadap para tersangka.
“Menyatakan, permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon 2 tidak dapat diterima dan permohonan Pemohon 1 dan 3 ditolak seluruhnya,” kata Hakim Wuryati, saat membacakan putusan pengadilan.
Sementara Herman Hofi, Kuasa Hukum Joni Isnain, Syarif Amin dan Faisal mengaku sangat kecewa. Namun begitu, secara hukum pihaknya harus menerima dan menghormati putusan yang dibacakan oleh majelis hakim.
“Kami menghargai keputusan hakim seperti itu. Kami menerima secara hukum, tapi kami kecewa,” katanya usai persidangan.
Pihaknya tetap bersikeras bahwa penetapan status tersangka itu tidak sah. Kasus ini menurutnya tidak dapat dianggap tindak pidana korupsi karena tidak memenuhi unsur undang-undang yang berlaku, yakni Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017, yang mengatur bagaimana mekanisme dalam menentukan segala sesuatu terkait pekerjaan.
Selain itu, Penyidik Polda Kalbar, tidak hanya memproses kasus yang melibatkan Ketum Kadin Kalbar, Joni Isnaini yang sempat masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), terkait dengan kasus tindak pidana korupsi.
Namun, usai ditangkap, pada sebuah kafe, di kawasan Jakarta Barat, Senin, 28 Maret 2022, ada sosok lain yang menjadi incaran Polda Kalbar. Sosok yang hingga saat ini masih menjadi misteri adalah orang yang membantu Joni Isnaini saat dalam pelarian.
Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengatakan, akan melakukan pengembangan untuk mencari tahu pihak-pihak yang membantu pelarian Joni Isnaini.
“Tentunya ini akan kami kembangkan untuk mencari tahu pihak-pihak yang terlibat dalam pelarian tersangka,” kata Kombes Pol Jansen beberapa waktu lalu.
Ia juga memastikan, setelah diketahui ada pihak yang terlibat dan masuk delik hukum, maka akan dilakukan tindakan. “Siapa pun yang terlibat dalam membantu pelariannya, tentu akan diproses hukum,” ujarnya.(rac/SP)