Saatnya Ada Menteri dari Kaltim
Jika Kaltim ingin mendapat nilai maksimal dari APBN untuk infrastruktur, selain menambah jumlah wakil Kaltim di Komisi V DPR RI, ada satu cara lagi yang mesti dilakukan. Ya, Bumi Etam setidaknya wajib memiliki perwakilan menteri di kabinet presiden terpilih pengganti kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Konseptor Koalisi Gerakan Pemuda Kalimantan (KGPK) Viko Januardhy menuturkan, 2014 merupakan momentum emas bagi Kaltim memperoleh hak alokasi menteri. Sebab, dirinya mempunyai pemikiran, komposisi kabinet presiden terpilih dapat mencerminkan tiga hal.
“Pertama berasal dari partai politik (parpol), kedua akademisi atau profesional dan ketiga perwakilan regional terutama Papua dan Kalimantan,” ungkap Viko, kemarin (8/6). Terlebih, bagi Kaltim, sejak Indonesia merdeka, belum sekalipun ada putra-putrinya yang menjadi menteri. Padahal, sumber daya alam (SDA) Kaltim sangat melimpah ruah. Tentu jasa Kaltim bagi pembangunan Indonesia tak bisa disangkal.
“Misalnya dari Blok Mahakam saja, sudah menyumbang 15 persen total produksi gas nasional. Belum lagi belasan perusahaan migas hingga batu bara di Kaltim yang menempati peringkat pertama produksi terbesar secara nasional,” terang Viko yang juga menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim itu. Pasalnya, selama melakukan perjuangan untuk kucuran anggaran bagi Bumi Etam, baik melobi pemerintah pusat ataupun perjuangan revisi Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah di DPR RI, hingga ke judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), hasilnya belum maksimal.
Kendati SDA melimpah, tetapi penetesan manfaat eksploitasi malahan tidak proporsional. Justru kerusakan lingkungan yang ditanggung pemerintah dan masyarakat setempat. “Lihat saja, jalan yang rusak. Belum lagi jurang kesenjangan kesejahteraan antara perusahaan pengelola SDA dengan masyarakat begitu tampak. “Alokasi menteri bagi Kaltim adalah pilihan penting dan strategis,” terangnya.
Sebab, dengan adanya menteri, plus lingkup kebijakan nasional serta ditambah ikatan emosional, tentu membantu Kaltim guna mendapatkan respons pemerintah pusat dan DPR RI dalam anggaran pembangunan. Diketahui, pada 2014 Bumi Etam mendapat jatah Rp 3,422 triliun untuk infrastruktur dari APBN. Angka tersebut mengalami kenaikan tiap tahun. Duit dari Kementerian PU untuk Kaltim pada 2010 mengucur Rp 849 miliar. Namun, Plt Sekprov Kaltim Rusmadi menuturkan, kucuran dari Kementerian PU belum bisa mengakomodasi pembangunan infrastruktur di daerah ini. Angka Rp 3,422 triliun, kata dia, belum mampu mencakup pembangunan secara menyeluruh.
“Oke (anggaran Rp 3,422 triliun), tapi tidak mungkin kami puas dengan angka yang ada,” jelasnya. Kendati mengalami peningkatan dari APBN tiap tahun, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim itu menyebut akan terus berupaya mendapat penambahan. Sebab, untuk pembangunan jalan nasional yang ada di Kaltim setidaknya butuh Rp 26 triliun. Kembali ke Viko. Dia menjelaskan, Kaltim setidaknya sudah mempunyai tokoh yang layak duduk sebagai menteri. Misalnya Awang Faroek Ishak, Isran Noor, Irianto Lambrie, dan Yusuf SK. Lanjut dia, tokoh-tokoh tersebut telah memiliki kemampuan manajemen, kepemimpinan dan pengalaman mengelola pembangunan.
Lantas bagaimana agar presiden terpilih mendatang bersedia mewujudkan aspirasi menteri dari Kaltim? Soal itu, menurut Viko bisa dilakukan dengan catatan seluruh stakeholder dan masyarakat mau berjuang mewujudkan. “Mengharap delapan wakil Kaltim di DPR RI dan empat di DPD RI tentu sulit, jika mekanisme di parlemen menggunakan voting,” ujarnya. Terlebih, musyawarah pengambilan keputusan politik perlu dukungan anggota DPR RI yang tak sedikit dari total 260 legislator duduk Senayan. Jika berharap delapan wakil Kaltim itu tentu belum memadai, apalagi meloloskan kebijakan strategis.
“Solusinya menteri dari Kaltim, karena punya kewenangan besar dari anggaran hingga kebijakan untuk pembangunan daerah,” tegas Viko. Jika melihat pembangunan nasional, katanya, setidaknya meliputi dua variabel. Pertama, anggaran APBN berasal dari Kementerian yang biasanya digunakan bagi pembangunan di daerah. Kemudian kedua, anggaran berasal dari BUMN pun dapat digunakan untuk pembangunan di daerah melalui APBD baik provinsi atau kabupaten/kota.
“Selama ini APBD bersumber utama dari dana perimbangan keuangan pusat-daerah yang bertumpu pada SDA,” ujarnya. Namun nyatanya, Kaltim begitu kesulitan mendapat dana APBN yang bersumber dari kementerian, maupun BUMN. Setidaknya perlu kerja ekstra dengan melobi. Namun masalahnya bukan hal mudah untuk melakukan hal itu kepada dua lembaga negara tersebut. “Satu-satunya cara meningkatkan alokasi APBN bagi daerah dengan jalur kebijakan anggaran DPR RI dan kebijakan menteri,” pungkasnya. [] RedFj/KP