Modus Mengecilkan Penghasilan
Diduga ada kebocoran perpajakan di Kaltim. Hal itu yang membuat tingginya angka wajib pajak yang belum membayar kewajibannya tersebut. Oknum pegawai dari kantor perpajakan ditengarai memuluskan wajib pajak untuk tidak menyetor pajak sesuai ketentuan.
Demikian diungkapkan pengamat ekonomi dan keuangan daerah dari Universitas Mulawarman (Unmul), Aji Sofyan Effendi kepada Kaltim Post, Rabu (18/6).
Ia mengatakan, biasanya kebocoran pajak dilakukan oleh badan atau perusahaan. Mereka memiliki dua pembukuan keuangan. Satu pembukuan merangkum daftar penghasilan keuangan yang benar.
Sementara satunya, laporan penghasilan yang sudah dimanipulasi. Nah, modus manipulasi penghasilan biasa dilakukan mereka untuk mengecilkan nilainya. “Semakin kecil penghasilan, maka pajaknya kian kecil,” katanya.
Dikatakan, ada ahli keuangan yang sengaja disiapkan perusahaan untuk memainkan angka penghasilan. Padahal nilainya jauh lebih besar, tapi dengan cara tertentu diperkecil untuk mengelabui petugas perpajakan. Hal ini, kata dia, diduga pernah dilakukan oleh Asian Agri Grup. Akhirnya, perusahaan yang salah satunya membidangi perkebunan sawit itu membayar denda ke negara sebesar Rp 2,5 triliun.
Menurutnya, belum ada sanksi yang berat diterapkan di Kaltim terkait perpajakan. Faktanya, contoh yang paling kecil ketika banyak wajib pajak yang tak membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sekian tahun, tapi tak pernah diberi sanksi. “Terjadi abusing (penyalahgunaan) pajak, tapi dibiarkan. Ya sudah, warga akan tak patuh terus,” bebernya.
Dosen Fakultas Ekonomi, Unmul ini meminta, akuntan publik yang mengaudit perusahaan atau badan harus kooperatif. “Jangan, mentang-mentang sudah dibayar oleh perusahaan, lalu mempermainkan laporan keuangan perusahaan tersebut, sehingga merugikan negara,” pintanya.
Yang kian miris lagi, lanjut dia, ketika wajib pajak yang patuh hanya berkisar 30 persen, jumlah personel di kantor perpajakan masih minim. “Gejala ini ‘kan bukan hanya di Kaltim. Hampir semua daerah personel kantor perpajakan minim,” jelasnya.
Diketahui, potensi pengemplang pajak di Kaltim tampaknya cukup tinggi. Kondisi itu berkaca pada jumlah wajib pajak di Benua Etam sebanyak 785.095, berdasarkan catatan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltim hanya 30 persen yang dianggap patuh. Selebihnya belum patuh alias tidak membayar atau melapor ke lembaga perpajakan tersebut. [] RedFj/KP