Apresiasi Wakil DPRD Kaltim Untuk Kopi Luak Ala Perangat Baru
PARLEMENTARIA – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memberikan apresiasi terhadap Desa Perangat Baru, Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) karena produknya cukup tersohor di telinga para pencinta kopi. Maklum saja, di desa itu ada sebuah kampung bernama Kampung Kopi Luak.
Dari namanya sudah bisa ditebak. Di kampung itu komoditas kopi luak tengah marak pengembangannya sebagai produk khas daerah. Bahkan telah memiliki banyak peminat dari dalam hingga luar daerah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Samsun memberikan apresiasi terhadap prestasi Kampung Kopi Luak di Desa Perangat Baru yang telah menjadi produk utama dan mendapat ketenaran di seluruh Indonesia.
“Kita patut berbangga, di Kaltim ada kopi luak yang namanya sudah tersohor di nusantara. Ini menunjukkan petani kita hebat dan mampu menghasilkan produk yang berkualitas,” ucap Samsun melalui pesan teks yang disampaikan kepada media ini, Sabtu malam (21/10/2023).
Pernyataan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu disampaikannya setelah dirinya mengunjungi Kampung Kopi Luak di Desa Perangat Baru Kecamatan Marangkayu usai mengikuti kegiatan peringatan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) tingkat Provinsi Kaltim ke-20 tahun 2023 yang dipusatkan di Desa Badak Baru, Kecamatan Muara Badak, Kukar, Kamis (19/10/2023) kemarin.
Kopi sendiri merupakan komoditas pertanian yang sangat menjanjikan di era modern. Terkhususnya kopi luak. Dengan metode produksinya yang unik. Untuk menghasilkan kopi luak, petani harus memberi makan biji kopi kepada luak atau musang. Yang kemudian diolah menjadi kopi luak dengan cita rasa khas yang kaya dan memiliki banyak khasiat dibanding kopi pada umumnya.
Kata Samsun, kopi luak yang ditanam di tengah perkebunan karet itu merupakan jenis kopi liberika yang memiliki cita rasa khas dan aromatik.
“Kopi Liberia ini jarang ditemui di daerah lain. Ini produk unggulan dan harus mendapat perhatian serius dalam pengembangannya. Aspirasi ini akan saya sampaikan kepada pemerintah provinsi dan pusat agar mendapat dukungan lebih,” katanya.
Sementara pemilik perkebunan kopi Rindoni yang kawasannya berlabel “Kampung Kopi Luak” ini mengungkapkan, perkebunan kopi ini didesain layaknya objek wisata. Bahkan di bagian depan tempat tinggalnya juga terdapat ruang luas yang sering digunakan sebagai tempat pertemuan.
Ruang yang luas ini juga berfungsi sebagai ruang tamu, bahkan jika ada sosialisasi yang melibatkan petani dan kelompok tani juga sering diadakan di ruang ini.
Selain ruangan yang luas ini juga terdapat warung makan dan warung kelontong. Mulai dari ruang pertemuan hingga gazebo yang ada di perkebunan kopi juga dijadikan sebagai lokasi pembelajaran tentang perkebunan kopi sehingga wajar jika disebut lokasi tersebut sebagai perkampungan.
Kopi bubuk luak olahannya dijual seharga Rp 210 ribu per kemasan berisi 50 gram. Artinya per gramnya berharga Rp4.200 atau mencapai Rp4,2 juta per kilogram. “Jenis kopi yang saya tanam adalah liberika. Total lahan yang tersedia mencapai sembilan hektar. Dari jumlah tersebut, baru dua hektar yang ditanami liberika, sedangkan tujuh hektar lainnya masih dalam pengembangan dan menunggu proses penyemaian,” jelas Rindoni. []
Penulis: Putri Aulia Maharani | Penyunting: Aji Utami