Menteri Israel Ancam Hamas Dengan Pemenggalan Kepala
YERUSALEM – Menteri Pemberdayaan Perempuan Israel penjajah, May Golan mengaku bangga atas kehancuran yang disebabkan oleh tentara negaranya di Jalur Gaza, Palestina. Dia bahkan tak malu mengatakan bagaimana dirinya ingin melihat tentara Israel Defence Forces (IDF) menghabisi orang-orang di Gaza.
Pernyataan itu disampaikan dalam sebuah sesi yang diadakan oleh Knesset parlemen Israel pada, Rabu (21/02/2024) malam. Dia mengancam pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, dengan pemenggalan kepala atau penangkapan.
“Kami tidak malu dengan mengatakan bahwa kami ingin melihat tentara IDF tentara Israel menangkap Sinwar dan terorisnya dengan mata mereka, dan menyeret mereka melintasi Jalur Gaza dalam perjalanan mereka ke ruang bawah tanah Otoritas Penjara,” tutur May Golan.
Tidak hanya itu, dia juga mengungkapkan rasa bangga melihat kehancuran di wilayah Gaza. Bahkan, dia mengancam Yahya Sinwar akan dihabisi oleh tentara Israel penjajah. “Saya pribadi bangga dengan reruntuhan Gaza, dan bahwa setiap bayi, bahkan 80 tahun dari sekarang, akan memberi tahu cucu-cucu mereka apa yang dilakukan orang-orang Yahudi,” kata May Golan.
“Tidak ada merpati dan tidak ada ranting zaitun, hanya pedang untuk memenggal kepala Sinwar, itulah yang akan dia terima dari kita,” ujarnya menambahkan. Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan pembantaian keji yang dilakukan oleh pasukan Israel penjajah di bagian tengah wilayah itu menewaskan 40 orang warga Palestina.
Petugas pertahanan sipil pun masih terus mencari kemungkinan adanya korban tambahan melalui puing-puing bangunan yang runtuh. Tidak hanya itu, serangan Israel penjajah di Gaza tengah juga telah melukai lebih dari 100 orang. Seperti serangan-serangan sebelumnya, mayoritas korban kali ini adalah perempuan dan anak-anak.
“Kami menganggap pemerintah Amerika dan masyarakat internasional, selain Israel, bertanggung jawab penuh atas kejahatan yang sedang berlangsung ini, dan kami menyerukan kepada dunia bebas untuk segera mengakhiri perang pemusnahan yang dilakukan tentara Israel terhadap warga sipil,” kata kantor media pemerintah Gaza, Kamis (22/02/2024).
Serangan Israel penjajah juga dilaporkan menargetkan sebuah kendaraan di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki. Aksi keji Israel penjajah itu menewaskan satu orang dan melukai empat lainnya. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan bahwa jumlah orang yang terluka telah meningkat menjadi 15. Direktur Rumah Sakit (Rs) Pemerintah Jenin, Wissam Bakr mengatakan bahwa setidaknya satu orang berada dalam kondisi kritis.
Kemarin, bentrokan antara pejuang Palestina dan pasukan Israel penjajah meletus di Jenin, dan media Israel melaporkan bahwa tentara melakukan serangan udara di sana. Pasukan Israel penjajah telah berulang kali menargetkan kota Jenin dan kamp pengungsinya sejak pecahnya perang di Gaza.
Kepala United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA), Philippe Lazzarini telah memberi tahu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa badan pengungsi Palestina telah mencapai titik puncaknya. Beberapa negara donor utama, termasuk Amerika Serikat, menangguhkan bantuan kepada badan tersebut.
Hal itu menyusul klaim Israel penjajah bahwa segelintir karyawannya mengambil bagian dalam serangan, 07 Oktober 2023. Israel penjajah belum memberikan bukti untuk klaim tersebut, tetapi pemotongan dana telah mengambil korban parah pada organisasi karena bekerja untuk mengatasi krisis kemanusiaan proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.
Philippe Lazzarini mengatakan bahwa kemampuan UNRWA untuk melaksanakan tugasnya sekarang sangat terancam. “Hanya dalam waktu empat bulan di Gaza, ada lebih banyak anak-anak, lebih banyak jurnalis, lebih banyak tenaga medis, dan lebih banyak staf PBB terbunuh daripada di mana pun di dunia selama konflik,” tuturnya.
“Dengan penyesalan mendalam saya sekarang harus memberi tahu Anda bahwa UNRWA telah mencapai titik puncaknya, dengan seruan berulang Israel untuk membongkarnya dan pembekuan dana oleh donor pada saat kebutuhan kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza,” ujar Philippe Lazzarini menambahkan. []
Redaksi01