Brother in Corruption
TIADA yang abadi dalam politik, terkecuali kepentingan (interest). Adagium tersebut sering terdengar di telinga kita, khususnya dalam berbagai diskursus even politik. Ungkapan tersebut wajar sering diucap, karena sebuah hubungan persaudaraan sedarah bahkan orang tua dan anak sekalipun, dapat rusak hanya persoalan politik. Parahnya bahkan dapat berakibat pertumpahan darah di antara mereka.
Tetapi berbeda dengan kepentingan dalam politik, sampai-sampai antara penjahat bejat dengan penegak hukum, dapat tercipta sebuah hubungan yang ‘intim’, bahkan sangat intim melampaui relasi sedarah persaudaran. Ini terjadi jika masing-masing punya kepentingan yang memberikan keuntungan bersama, terjaga segala kebutuhannya walaupun hubungan tercipta secara terlarang.
Situasi tersebut sering kita dengar sebutan conflict of interest, yakni sebuah konflik berkepentingan yang terjadi ketika sebuah individu atau organisasi yang terlibat dalam berbagai kepentingan, salah satu yang mungkin bisa merusak motivasi untuk bertindak dalam lainnya. Saya menyebutnya brother in corruption, persuadaraan dalam berbuat bejat, dalam berbuat korup yang terjadi atas dasar gesekan banyak kepentingan.
Dalam medio Agustus lalu, para wakil rakyat di kabupaten dan kota di negeri secara resmi dilakukan pergantian, dari periode yang lama menjadi periode yang baru, 2014-2019. Salah satunya mereka yang bertugas di DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur. Sebuah daerah tingkat dua dengan anggaran pendapatan yang terbilang ‘wah’.
Menjelang dan sesudah pelantikan, saya sempat berbincang dengan mereka yang tak lagi punya posisi di periode berikutnya. Perbincangannya ngalor ngidul, mulai dari seputar pengalamannya selama bertugas hingga rencananya pasca jadi rakyat biasa. Tapi inti diskusi itu sebenarnya adalah ingin mengorek ‘rahasia’ di balik reputasi pembangunan di Kukar. Di mana mereka bersentuhan langsung dengan segala hal terkait dengan pemerintahan di daerah.
Salah seorang mantan wakil rakyat–dalam tulisan ini semuanya saya buat anonim–dari partai yang cukup banyak punya kursi sehingga salah seorang wakilnya berada di posisi unsur pimpinan, berhasil saya pancing untuk bercerita tentang proyek-proyek bermasalah di Kukar. Siapa dalang di balik proyek tersebut. Pengakuannya mengejutkan, mulai dari oknum anggota dewan, kepolisian, kejaksaan hingga oknum pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebutnya.
Saya lalu teringat soal betapa mengagetkannya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar menerima predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam dua tahun berturut-turut untuk tahun anggaran 2012 dan 2013. Meski di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kukar terdapat banyak temuan penyimpangan yang bukan saja administratif, tetapi mengarah pidana.
Anonim ini kemudian menyebut proyek-proyek besar dengan nilai puluhan hingga ratusan miliar bermasalah yang dimainkan oknum pimpinan BPK tersebut. Saat saya cross check di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan di lapangan, benar adanya. Cocok dengan yang diceritakannya.
Namun ketika pembicaraan menjurus kepada dokumen keuangan daerah, terutama terkait proyek-proyek itu, sang anonim buru-buru menyebut tak bisa memberikan, meski ia memilikinya. “Ini bukan saja menyangkut saya, tapi juga keluarga saya,” kata anonim tersebut dengan raut wajah serius.
Saya hanya bisa menghela nafas dan tersenyum. Berpikir dalam hati, betapa parahnya penyimpangan di negeri ini. Bahkan sosok-sosok pejabat yang saya anggap bersih. terseret dalam pusaran kejahatan, tanpa terkecuali. Saya berkesimpulan, ia tak mau membeberkan dokumen penyimpangan terkait karena akan menyelakakan dirinya. Itu karena dia juga memiliki ‘borok’. Secara tak sadar, sebuah ikatan telah terjalin. Ikatan tersebut disebut brother in corruption. []
Di Kukar sebenarnya itu sudah menjadi rahasia umum, dari pejalan kaki hingga pengendara mobil mewah telah meyakini apa yg anda tulis, tpi persoalannya adalah pembuktian yg hampir tdk mungkin, korupsi berlangsung secra sistimatis dan masif karna adanya persaudaraan korupsi, satu satunya cara adalah menantang sumpah pocong dan meminta Allah melaknat jika Brother’s in coruption berkata dusta.