Karyawati di Jakarta Pusat Dipaksa Benturkan Kepala ke Tembok oleh Atasannya, Tak Diizinkan Cuti
JAKARTA – CS (27), seorang karyawati di Jakarta Pusat (Jakpus) mengaku tak boleh ke rumah sakit dan cuti usai diminta membenturkan kepalanya ke tembok oleh atasannya sendiri sesama perempuan berinisial C (43). CS menyebut, insiden ini terjadi sekitar Mei 2024.
“Enggak (ke rumah sakit), karena aku enggak boleh cuti sakit. Ya sudah, aku tahan-tahanin,” kata CS saat diwawancara Kompas.com di salah satu mal Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2024).
Padahal, usai membenturkan kepala, penglihatan CS menjadi kabur dan muncul benjolan besar di keningnya. Namun, korban berusaha menutupi benjolan itu menggunakan poni agar tidak terlihat orang lain.
“Aku langsung migrain, pas abis aku benturin kepala itu jadi lemas dan ngantuk banget gitu, karena ini kenanya di kelenjar mata, air mata aku langsung turun gitu, tapi dia marahin aku karena aku nangis,” kata dia.
Saat itu, CS tidak menceritakan kejadian ini ke siapa pun, termasuk ke keluarganya. CS mengatakan, ibunya sempat curiga melihat benjolan besar di keningnya. Namun, ia menutup rapat-rapat peristiwa tersebut lantaran atasan CS menyuruh dia merahasiakan hal ini. Korban juga takut dirinya kembali diminta menganiaya diri sendiri atau bahkan kehilangan pekerjaan jika menceritakan kejadian ini ke orang lain.
“Aku tutupin buat enggak cerita ke siapa pun karena dia udah menciptakan kondisi di mana aku enggak berani bohong ke dia. Bahkan, ketika aku enggak bohong pun tapi menurut dia gelagat aku kayak bohong, aku langsung dihukum sama dia,” ujar CS.
Kepada CS, C selalu mengatakan bahwa perusahaan tempatnya bekerja terikat dengan klien. Sehingga, informasi apa pun tak boleh disebarkan. Diberitakan sebelumnya, CS mengaku menjadi korban kekerasan atasannya sejak tahun 2022.
Kekerasan yang dialami CS beragam, mulai dari fisik, verbal, psikis, hingga pelecehan seksual. Namun, kekerasan fisik paling parah dialami oleh CS pada tahun 2024 lantaran C menggunakan tangannya sendiri untuk menyakiti korban.
Pada tahun-tahun sebelumnya, CS dipaksa menyakiti dirinya sendiri. Ia mengaku pernah diminta menampar diri sendiri sebanyak 100 kali. Apabila korban kurang keras menampar, C akan memaksanya untuk mengulangi lagi.
“Setiap aku melakukan kesalahan, aku harus nampar diri aku sendiri,” ucap CS.
CS pun terpaksa menuruti perintah atasannya. Ia menampar diri sendiri di kamar secara diam-diam, namun C meminta korban untuk merekam aksinya. Kekerasan fisik lain yang pernah dialami korban ialah dipaksa naik turun tangga dari lantai satu ke lantai lima dan sebaliknya sebanyak 45 kali. Baru-baru ini, CS mengaku dipukul di bagian kepala hingga kacamatanya rusak. []
Nur Quratul Nabila A