Terdakwa Pertambangan Ilegal di Serang, Dede Mustakim Dihukum 3 Tahun dan Denda Rp1 Miliar

SERANG – Dede Mustakim, terdakwa kasus pertambangan ilegal di Lingkungan Cidadap, Kelurahan Tinggar, Kecamatan Curug, Kota Serang dituntut 3 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang, Kamis 24 Oktober 2024.

Dede dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 158 UURI Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dede Mustakim dengan pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan,” kata JPU Fitriah.

Selain pidana badan, terdakwa juga diberi tambahan hukuman berupa denda Rp1 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 6 bulan.

“Denda Rp 1 miliar,” ujarnya dihadapan majelis hakim yang diketuai Aswin Arief.

Dijelaskan dalam surat tuntutan, kasus ini bermula pada Juli 2024 berlokasi di Lingkungan Cidadap, Kelurahan Tinggar, Kecamatan Curug, Kota Serang melakukan kegiatan pertambangan tanah merah atau Cut and Fill dengan luas pertambangan sekitar 5.000 meter persegi.

Dalam pengelolaan usaha pertambangan tanah merah itu, Dede Mustakim dibantu oleh Rohman yang bertugas sebagai checker melaporkan hasil penjualan setiap harinya. Dede juga bekerjasama dengan Pardi selaku pemilik tanah.

“Untuk mengerjakan pertambangan itu Samsuri (pegawai) menyewa alat Excavator kepada Jakaria seharga Rp6,5 juta dan uang mobilisasi Rp3 juta. Setelah alat dikirim, Dede mulai melakukan pertambangan,” ungkapnya.

JPU menyebut terdakwa melakukan kegiatan cut and fill dimulai dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam 17.00 WIB. Tanah merah itu kemudian diangkut menggunakan truk dan selanjutnya dijual dengan cara apabila pembelian dilakukan secara cash.

Pengusaha tambang itu disebut JPU melakukan kegiatan pertambangan tanah merah dalam sehari menghasilkan sebanyak 50 ritase. Sebelum dilakukan penangkapan oleh pihak kepolisian terdakwa sudah menggali tanah merah sebanyak 500 Ritase.

“Tanah merah itu dijual seharga Rp100 ribu per Ritase sehingga dalam jual beli tanah merah itu, terdakwa memperoleh keuntungan sebesar Rp 50 juta,” ujarnya.

Sedangkan saksi Pardi mendapatkan keuntungan sebesar Rp12 juta dan Samsuri mendapatkan keuntungan Rp35 ribu per mobil atau sebesar Rp7 juta.

Dalam melakukan kegiatan penambangan berupa tanah merah tersebut terdakwa tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR), Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), dan IUP dari instansi yang berwenang.

Atas surat tuntutan tersebut terdakwa akan mengajukan pembelaan. Sidang kemudian di tutup dan ditunda hingga pekan depan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *