Tembok Maut Ternyata Ilegal
KOTAWARINGIN BARAT – Tembok penahan timbunan yang roboh dan menewaskan dua bocah di Jalan Iskandar, Selasa (21/4) lalu, ternyata belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Bahkan, timbunan tanah hingga tiga meter itu juga tidak dilengkapi dokumen upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan izin pemantauan lingkungan (UPL) dari Badan Lingkungan Hidup Kobar.
Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Perizinan (KPTP) Kobar Amir Hadi mengatakan, bangunan di Jalan Iskandar yang jebol itu memang belum mempunyai IMB. Amir tidak mempersoalkan karena pemilik lahan baru meratakan tanah, meski fakta di lapangan sudah ada tembok setinggi empat meter yang mengelilingi lahan.
”Kalau sudah mengarah pembangunan fisik itu harus mempunyai Izin mendirikan bangunan (IMB). Kami juga belum bisa menerapkan sanksi kepada pemilik bangunan karena belum ada bentuk fisik bangunan,” ujarnya.
Amir justru mempermasalahkan penimbunan lahan hingga tiga meter. Seharusnya, penimbunan ada izin upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan izin pemantauan lingkungan (UPL). ”Apalagi sampai tingginya tiga meter, mestinya harus ada izin dari BLH. Baru kalau mendirikan bangunan, perizinan dari BLH itu yang menjadi dasar untuk dikeluarkan IMB. Harusnya seperti itu, tapi kalau di lapangan lain, ya mau bagaimana lagi,” sebutnya Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Fahrizal Fitri mengatakan, semestinya penimbunan lahan atau kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan harus memilik izin UKL-UPL terlebih dahulu. ”Tapi pihak pemilik lahan yakni Lie An tidak ada datang untuk memproses ataupun pengajuan perizinan. Bahkan informasi yang saya dengar di lahan miliknya itu hanya sebatas timbunan untuk meratakan tanah dengan bagian depan, soalnya di bagian belakang itu rendah. Untuk itu dibangun tembok sebagai penahan dan supaya rata,” ucapnya.
Sementara itu Kapolres Kobar AKBP Heska Wahyu Widodo melalui Kasatreskrim AKP Andreas Alek Danantara mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat panggilan kepada saksi-saksi.
”Suratnya sudah kita layangkan kemarin, tetapi siapa saja, saya sedang tidak memegang data,” jelas Alek kemarin (24/4).
Yang pasti, kata Alek, saksi dipanggil adalah orang-orang yang mengetahui kejadian, termasuk sejumlah tetangga, serta pemilik bangunan Lie An. Kasus ini belum mengarah adanya tersangka karena masih dalam tahap penyelidikan. Saksi korban hingga kini juga belum dimintai keterangan karena masih dalam kondisi berduka.
Pemilik bangunan Lie An menyatakan siap bertanggung jawab dalam kejadian tersebut dan bakal menyelesaikan semuanya secara kekeluargaan. Namun, hingga kemarin dia belum menemui keluarga korban.
”Bukannya saya menghindar. Kebetulan saya lagi sakit dan tengah berobat di Surabaya,” kata Lie An, pemilik bangunan yang jebol saat dikonfirmasi via telepon kemarin.
Lie An menganggap kejadian Senin malam itu suatu musibah yang tidak bisa diprediksi. Dirinya juga binggung dengan peristiwa yang mengakibatkan dua anak tewas itu. Pembangunan tembok keliling dilakukan sudah jauh-jauh hari. Saat dilakukan penimbunan agar rata dengan tanah bagian depan, pihaknya melapisi tembok lagi.
”Sebenarnya tembok yang jebol itu sudah lapis dua. Tapi yang namanya musibah kita tidak tahu. Itu sudah saya antisipasi nyatanya sampai kejadian Senin malam saya juga tidak tahu,” tuturnya.
Dirinya juga sudah mengutus orang untuk mengurus masalah ini sejak awal kejadian. ”Senin malam saya sudah dikabari, pada saat itu saya langsung meminta orang untuk mengurusi si anak bayi yang menjadi korban ke rumah sakit dan segala macam. Untuk pencarian korban anak kedua dari Saiful juga kami turunkan alat berat hingga sampai ditemukan pukul 03.00 selasa pagi. Hingga proses pemakaman juga kami perhatikan,” ujarnya.
Untuk masalah perundingan lebih lanjut, dirinya bakal membicarakan langsung dengan Saiful. Lie An menyatakan akan datang ke Pangkalan Bun dua atau tiga hari ke depan. ”Segala sesuatunya nanti bakal kita bicarakan dengan baik-baik dan secara kekeluargaan. Apapun keinginan keluarga korban bakal kita akomodir,” sebutnya.
Dia juga mengakui belum memiliki izin membangun, baik di tingkat kecamatan maupun Kantor Pelayanan Terpadu Perijinan (KPTP) Kobar. ”Lahan saya itu dulunya banyak sekali pohon-pohon. kemudian saya niat untuk ditebang dan diratakan saja. Saya juga belum tahu mau bikin apa di atas lahan itu, sehingga baru ditimbun saja. Saya juga belum mengurus perizinan, kecuali saya sudah membangun fisik gedung,” katanya.
Dirinya juga siap memberikan keterangan lebih lanjut kepada Kepolisian Resort Kotawaringin Barat. ”Kalau dibutuhkan keterangan, saya siap membeberkan semua, karena ini untuk kepentingan bersama. Namun, hal lain soal jeratan hukum, saya tidak mau komentar lebih banyak,” terangnya. [] RS