Breaking News : Penambangan Emas Ilegal Di Ketapang Sangat Mengkhawatirkan

KETAPANG, PRUDENSI.COM-Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat, semakin mengkhawatirkan karena dampaknya begitu luas. Kegiatan yang dilakukan secara ilegal tidak hanya kerusakan lingkungan dan kesehatan, tetapi juga mencoreng citra pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) di wilayah tersebut, dengan berprilaku seolah kebal hukum.

Akibat kegiatan yang dilakukan secara ilegal itu tidak hanya kerusakan lingkungan dan kesehatan, tetapi juga mencoreng citra Pemerintah serta (APH). Apalagi salah satu lokasi penambangan yang berada di sekitar kawasan kilo meter 21 kecamatan matan hilir selatan, Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat semakin meluas.

”Kehadiran awak Media ke lokasi melihat pencemaran dan kerusakan yang diakibatkan oleh penambangan ilegal cukup memprihatinkan, mengulas kondisi di lapangan secara akurat di titik koordinat yang di peroleh di lokasi, ini masalah yang sangat serius.

Hasil pantauan awak media di lapangan, penambangan emas ilegal, berdasarkan pengamatan dan laporan dari masyarakat setempat, para penambang ilegal beroperasi siang hari, tanpa hambatan. Mereka menambang emas secara brutal, menggali dan merusak dengan alat berat yang berjenis Excavator.

Aktivitas ini tidak hanya merusak ekosistem, tapi juga menyebabkan kerusakan yang sangat serius pada alam sekitar dan jelas berdampak pada kehidupan.

Saat awak media mendatangi pertambangan emas ilegal (PETI) tempatnya di lokasi kilo meter 21, awak media menjumpai warga berinisial (P) ia memberikan keterangan bahwa saudara bernama Badi selaku perental alat berat berjenis excavator di lokasi tersebut, (P) jaga memberikan keterangan kalau saudara Badi ini juga memiliki mesin Dompeng untuk penyedot sebanyak 2 set tidak hanya Badi, maknya Pendi 3 set Sahadi 1 set. Total mesin dompeng sedot yang beroperasi sebanyak 6 set,”tutur warga berinisial (P) kepada awak media.

Selanjutnya, awak media menanyakan pada (P) siapa pemilik alat berat yang beroperasi, (P) menjawab bahwa alat berat tersebut milik oknum bernama wilton.

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, awak media berupaya mencari informasi terkait oknum bernama Badi dan wilton, guna mengkonfirmasi secara langsung, namun para oknum tersebut sangat sulit ditemukan seperti belut sangat licin.

Terpantau di lokasi 1 unit alat berat milik oknum bernama wilton dengan merek sany dengan nomor lambung H 002 yang hingga kini masih beroperasi di lokasi tersebut, yang paling sangat disayangkan adalah, tidak adanya tindakan nyata dari Pemerintah maupun Aparat Penegak Hukum setempat, mengenai kegiatan tersebut, seperti Kepolisian dan Pemerintah Daerah seolah tidak melihat apa yang terjadi di lapangan.

Secara aturan sudah sangat jelas,
Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.

Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

Perhatian khusus Pemerintah terhadap praktik penambangan ilegal ini tidak lain disebabkan karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian PETI, di antaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan di kalangan masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.

“PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat.

Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.

“Pada umumnya lahan bekas PETI dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik. Seluruh kegiatan PETI tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar PETI bersifat asam. Ini berpotensi mencemari air sungai.

Pelaksanaan PETI juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD).

Diharapkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Serta Jajaran Polda Kalimantan Barat sesegera mungkin mengambil tindakan tegas tehadap para pelaku PETI, sebelum semua terlambat.(Tim/Liputan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *