Trump Siapkan Tarif Timbal Balik, Perang Dagang AS Kembali Memanas

WASHINGTON.D.C. – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana menerapkan kebijakan tarif timbal balik yang dapat memperburuk ketegangan dalam perang dagang global. Kebijakan ini, yang akan diumumkan dalam waktu dekat, diklaim bertujuan untuk memastikan AS mendapat perlakuan perdagangan yang adil dari negara lain.
Dalam pernyataannya pada Rabu (12/2/2025) malam waktu setempat, Trump menegaskan bahwa ia dapat menandatangani perintah eksekutif terkait kebijakan ini dalam satu atau dua hari ke depan. Jika diterapkan, langkah ini berpotensi menimbulkan gejolak baru di sektor perdagangan internasional.
Tarif merupakan pajak yang dikenakan pada barang impor dari negara lain, sedangkan tarif timbal balik adalah kebijakan di mana negara yang menerapkan tarif terhadap AS akan menerima balasan dengan tarif yang setara. Trump menyatakan bahwa kebijakan ini adalah satu-satunya cara yang adil untuk berdagang.
Menurut laporan Cato Institute, rata-rata tarif impor AS pada tahun 2022 adalah 2,7 persen. Namun, tarif yang lebih tinggi diterapkan pada sektor-sektor tertentu seperti pakaian, gula, dan truk pikap.
Analis memperingatkan bahwa penerapan kebijakan baru ini dapat memicu kenaikan tarif yang lebih luas, terutama bagi negara-negara berkembang seperti India dan Thailand.
Rencana penerapan tarif timbal balik Trump disebut-sebut dapat diumumkan sebelum pertemuannya dengan Perdana Menteri (PM) India, Narendra Modi, pada Kamis (13/2/2025) waktu setempat. Trump sebelumnya menuding India sebagai salah satu negara yang memberlakukan tarif tinggi terhadap produk AS.
Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, menyoroti bahwa India memiliki hambatan perdagangan yang ketat, terutama dalam membatasi impor barang-barang AS. Trump menilai praktik ini tidak adil dan berencana untuk memberlakukan kebijakan balasan.
Sejak dilantik kembali pada 20 Januari, Trump telah mengumumkan berbagai kebijakan tarif yang signifikan terhadap mitra dagang AS. Pada awal Februari, ia mengumumkan tarif sebesar 25 persen terhadap produk impor dari Kanada dan Meksiko, dengan pengecualian sementara selama satu bulan setelah kedua negara berjanji meningkatkan upaya untuk mengatasi imigrasi ilegal dan penyelundupan fentanil.
Namun, seorang pejabat Gedung Putih yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan bahwa jika kebijakan tarif ini diberlakukan kembali setelah masa tenggat 30 hari, tarif terhadap baja dan aluminium asal Kanada dan Meksiko bisa mencapai 50 persen. Kebijakan ini berpotensi memperburuk hubungan dagang AS dengan kedua negara tetangganya.
Langkah Trump ini dinilai sebagai bagian dari upayanya untuk melindungi kepentingan ekonomi AS. Namun, banyak pihak memperingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat memicu retaliasi dari negara mitra dagang dan semakin memperumit kondisi perdagangan global. []
Nur Quratul Nabila A