Kejati Riau Nyatakan Berkas Korupsi Dana Hibah PMI Lengkap, Dua Tersangka Segera Disidang

RIAU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyatakan bahwa berkas perkara dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Riau tahun anggaran 2019-2022 telah dinyatakan lengkap atau berstatus P-21. Dengan demikian, kasus yang menjerat mantan Ketua PMI Riau, Syahril Abu Bakar, serta Bendahara Rambun Pamenan akan segera memasuki tahap penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, dalam keterangannya pada Rabu (12/2/2025), menyebutkan bahwa berkas perkara telah dinyatakan lengkap berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jaksa Peneliti.
“Berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P-21. Dengan demikian, penyidik akan segera melimpahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum untuk selanjutnya disidangkan,” ujarnya.
Perkara ini bermula dari dugaan penyalahgunaan dana hibah sebesar Rp6,15 miliar yang diterima PMI Riau dari Pemerintah Provinsi Riau dalam rentang waktu 2019 hingga 2022.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk berbagai program PMI, seperti pengadaan barang, pemeliharaan inventaris, perjalanan dinas, serta kegiatan publikasi. Namun, penyidik menduga dana tersebut diselewengkan untuk kepentingan pribadi kedua tersangka.
Modus yang digunakan meliputi pembuatan nota pembelian fiktif, penggelembungan harga (mark-up), serta penyusunan kegiatan yang tidak sesuai dengan realisasi. Bahkan, terdapat pemotongan dana yang seharusnya diterima oleh pihak berhak, termasuk pembayaran gaji pengurus dan staf markas PMI Riau.
Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1,112 miliar.
Syahril Abu Bakar dan Rambun Pamenan ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Desember 2024. Rambun langsung ditahan setelah penetapan statusnya, sementara Syahril sempat mangkir dari panggilan penyidik sebelum akhirnya ditahan pada 12 Desember 2024 setelah menjalani pemeriksaan.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. []
Nur Quratul Nabila A