IMALA Dukung Laporan Dugaan Korupsi Alih Fungsi Lahan di Banten, Mendesak KPK Bertindak Cepat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jln. HR Rasuna Said, Jakarta. TIRTO/TF Subarkah
BANTEN – Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Lebak (IMALA), Ridwanul Maknunah, menyatakan dukungan penuh terhadap laporan yang diajukan oleh Musa Weliansyah, anggota DPRD Provinsi Banten, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan tersebut mengungkap dugaan penyalahgunaan kewenangan yang melibatkan mantan Penjabat (PJ) Gubernur Banten, Al Muktabar, dan mantan Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar, terkait alih fungsi lahan untuk proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
Ridwanul menegaskan bahwa langkah hukum ini sangat penting untuk mengungkap adanya dugaan penyimpangan yang merugikan masyarakat.
“IMALA mendukung penuh laporan ini dan berharap KPK segera memanggil Al Muktabar serta Zaki Iskandar untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Proses hukum yang cepat dan transparan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui sejauh mana keterlibatan mereka dalam kasus ini,” ujar Ridwanul saat ditemui Radar Banten, Minggu (16/2/2025).
Alih fungsi lahan yang melibatkan pejabat tinggi ini, menurut Ridwanul, berpotensi merugikan masyarakat, terutama jika hanya menguntungkan segelintir pihak daripada kepentingan publik.
“Penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat negara yang seharusnya melayani rakyat, tetapi justru berpihak pada kepentingan kelompok tertentu, jelas merusak kepercayaan publik. KPK harus segera bertindak tegas,” tegasnya.
Dugaan korupsi yang menyeret nama Al Muktabar dengan nilai yang diperkirakan mencapai Rp39 miliar semakin mencoreng citra pemerintahan Banten. Ridwanul menyebutkan bahwa kasus ini menambah daftar panjang skandal hukum yang melibatkan pejabat publik di Banten.
“Kasus ini menunjukkan adanya masalah serius dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya di Banten. Ini bukan hanya soal uang yang hilang, tetapi juga soal kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Kita tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi,” ungkapnya.
Sementara itu, aktivis reforma agraria, Sapnudi, menyatakan bahwa tindakan alih fungsi lahan dan korupsi ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
“Penyalahgunaan lahan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan adalah pelanggaran serius. Korupsi di tingkat pejabat tinggi hanya akan semakin mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah,” jelas Sapnudi.
Lebih lanjut, Sapnudi menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan pemerintah. Menurutnya, setiap keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam dan keuangan negara harus melalui mekanisme yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Ke depan, kita memerlukan reformasi dalam sistem pengawasan dan tata kelola pemerintahan agar kasus serupa tidak terulang,” lanjutnya. []
Nur Quratul Nabila A