Wamen P2MI: Tren #KaburAjaDulu Sah, tapi Harus Patuhi Aturan

JAKARTA – Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Christina Aryani menanggapi fenomena tagar #KaburAjaDulu yang tengah viral di media sosial. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan keinginan warga negara untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, asalkan dilakukan dengan prosedur yang benar.

“Sah-sah saja warga negara Indonesia (WNI) mencari penghidupan yang lebih baik,” ujar Christina kepada wartawan, Selasa (18/2/2025).

Namun, ia mengingatkan agar setiap individu yang ingin bekerja di luar negeri tetap mengikuti regulasi yang berlaku. Hal ini demi memastikan status mereka legal, aman, serta mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.

Christina menegaskan bahwa aturan mengenai pekerja migran telah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ia juga mengimbau masyarakat agar lebih dulu mencari informasi sebelum memutuskan untuk bekerja di luar negeri guna menghindari kasus perdagangan manusia dan kejahatan lintas negara.

“Jangan jadikan alasan tren ini untuk mencoba-coba berangkat secara ilegal. Itu hanya akan berujung pada masalah besar di kemudian hari,” tegasnya.

Sebagai bentuk dukungan, Kementerian P2MI berkomitmen untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri secara resmi. Christina menyebutkan bahwa pemerintah menyediakan akses informasi terkait peluang kerja yang sah melalui situs sisko2pmi.bp2pmi.go.id.

“Negara hadir untuk melindungi warganya yang berangkat sesuai dengan ketentuan. Itu adalah jaminan perlindungan hukum dan sosial dari pemerintah,” tambahnya.

Tagar #KaburAjaDulu mulai populer sejak Desember 2024 dan ramai diperbincangkan di media sosial seperti X (Twitter) dan Instagram. Awalnya, tagar ini digunakan sebagai forum berbagi informasi mengenai peluang kerja di luar negeri, beasiswa, serta tantangan adaptasi di negara tujuan.

Namun, seiring berjalannya waktu, tren ini mengalami pergeseran makna. Dari sekadar ruang diskusi, kini tagar tersebut menjadi simbol kekecewaan kolektif terhadap situasi ekonomi, politik, dan sosial di dalam negeri.

Meskipun demikian, Christina mengimbau agar masyarakat tetap berpikir rasional dan memastikan langkah mereka didasarkan pada informasi yang akurat serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *