Ratusan Demonstran Kepung Trump Tower, Tolak Deportasi Aktivis Pro-Palestina

NEW YORK – Sekitar 150 orang menggelar aksi protes di lobi Trump Tower, New York City, Amerika Serikat (AS), Kamis (13/3/2025) waktu setempat. Massa yang mayoritas berusia muda mengenakan kaus merah dan berhadapan langsung dengan aparat kepolisian dalam aksi tersebut.

Demonstrasi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap Mahmoud Khalil, mahasiswa Universitas Columbia yang ditahan oleh Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE). Khalil disebut akan dideportasi oleh pemerintahan Presiden Donald Trump karena aktivitasnya yang pro-Palestina.

Kelompok Jewish Voice for Peace, sebuah organisasi Yahudi progresif anti-Zionis, mengklaim sebagai penggerak utama aksi di Trump Tower. Dalam pernyataannya di media sosial X, kelompok tersebut menegaskan bahwa mereka menolak kriminalisasi terhadap warga Palestina dan siapa pun yang menyerukan penghentian kekerasan di Gaza.

“Kami tidak akan tinggal diam saat rezim fasis ini mencoba mengkriminalisasi warga Palestina dan mereka yang menuntut diakhirinya genosida rakyat Palestina yang didanai AS oleh Israel,” tulis perwakilan organisasi tersebut.

Trump Tower, yang berlokasi di Fifth Avenue Manhattan, merupakan markas Trump Organization dan kediaman pribadi mantan Presiden Donald Trump serta keluarganya. Hingga saat ini, Trump Organization belum memberikan komentar terkait insiden tersebut.

Kepolisian New York (NYPD) bertindak tegas dalam menangani unjuk rasa ini. Beberapa pengunjuk rasa diamankan dan dipaksa keluar dari gedung. Kaz Daughtry, wakil wali kota untuk keselamatan publik, mengonfirmasi bahwa tidak ada korban luka dalam insiden tersebut. Sebanyak 98 orang ditangkap dan dikeluarkan dari lokasi.

Presiden Donald Trump menanggapi unjuk rasa ini dengan menyebut Mahmoud Khalil sebagai “Mahasiswa Asing Pro-Hamas Radikal” dalam unggahan di media sosial. Ia menegaskan bahwa penangkapan Khalil merupakan bagian dari janji kampanyenya untuk mendeportasi aktivis kelahiran luar negeri yang terlibat dalam aksi protes di kampus-kampus AS.

Kebijakan ini mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota parlemen Partai Demokrat dan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk wilayah Palestina yang diduduki. Organisasi pendukung kebebasan sipil juga mengecam langkah Trump, menyebutnya sebagai bentuk pembungkaman terhadap hak berekspresi.

Sejak serangan militer Israel ke Gaza yang dipicu oleh serangan Hamas pada Oktober 2023, gelombang protes pro-Palestina di AS semakin meningkat. Banyak mahasiswa dan aktivis yang menyuarakan dukungan mereka terhadap Palestina melalui berbagai aksi demonstrasi, termasuk di kampus-kampus besar seperti Universitas Columbia.

Dengan semakin banyaknya aksi protes yang terjadi, kebijakan deportasi pemerintahan Trump diprediksi akan terus menuai polemik dan perlawanan dari berbagai kelompok hak asasi manusia. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *