Serangan Rudal Rusia di Sumy Tewaskan 34 Orang, Zelensky Desak Dunia Bertindak

UKRAINA – Dua rudal balistik yang diluncurkan oleh militer Rusia menghantam pusat Kota Sumy, Ukraina bagian utara, pada Minggu (13/4/2025).
Serangan tersebut tercatat sebagai yang paling mematikan sepanjang tahun 2025, dengan korban jiwa mencapai sedikitnya 34 orang.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengecam keras serangan tersebut dan menuntut respons tegas dari komunitas internasional terhadap tindakan Moskow.
Dalam sebuah video yang diunggah melalui media sosial, Zelensky menunjukkan kondisi mengenaskan pasca-serangan, di mana tampak jenazah tergeletak di jalan kota, di sekitar bus yang hancur dan mobil-mobil yang terbakar.
“Hanya bajingan yang bisa bertindak seperti ini, merenggut nyawa warga sipil biasa,” ujar Zelensky, seraya menekankan bahwa serangan terjadi bertepatan dengan perayaan Minggu Palma, ketika sejumlah umat Kristen Ortodoks tengah bersiap pergi ke gereja.
Seorang warga bernama Yevhen mengaku terkejut dan sangat terguncang.
“Orang-orang yang menyerang kita selalu mengaku penganut Ortodoks, mengaku percaya kepada Tuhan, tetapi hari ini kami menjadi korban terorisme. Saya tidak tahu harus berkata apa,” ucapnya.
Kecaman terhadap serangan ini datang dari berbagai pemimpin dunia, termasuk Perdana Menteri Inggris, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Italia. Scholz menulis melalui akun media sosialnya bahwa serangan ini seharusnya menjadi titik balik menuju perdamaian.
“Serangan ini menunjukkan sejauh mana kesiapan Rusia untuk berdamai,” tulisnya.
Dari Amerika Serikat, Menteri Luar Negeri Marco Rubio turut menyampaikan belasungkawa dan menyoroti pentingnya upaya mengakhiri konflik.
“Serangan ini menjadi pengingat tragis mengapa Presiden Trump dan pemerintahannya terus berupaya mencari jalan damai,” ujarnya dalam pernyataan resmi.
Konflik antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung sejak Februari 2024, ketika Moskow melancarkan ofensif besar-besaran di wilayah timur Ukraina atau Donbass.
Alasan yang dikemukakan Rusia meliputi dugaan diskriminasi terhadap etnis Rusia di wilayah tersebut serta keinginan Ukraina untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Kendati pertempuran masih berkecamuk hingga kini, Amerika Serikat yang kini dipimpin kembali oleh Presiden Donald Trump, terus mendorong terciptanya gencatan senjata antara kedua negara. []
Nur Quratul Nabila A