Tiga Anggota Polri di Makassar Dipecat Usai Terlibat Narkoba Jaringan Fredy Pratama

MAKASSAR — Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada tiga orang anggotanya dalam sebuah upacara resmi yang digelar di lapangan apel Mapolrestabes Makassar, Jalan Ahmad Yani, Senin (14/4/2025).
Ketiga personel tersebut diberhentikan lantaran terbukti melanggar kode etik profesi Polri, dua di antaranya terlibat dalam jaringan peredaran narkotika internasional.
Kapolrestabes Makassar, Komisaris Besar Polisi Arya Perdana, menjelaskan bahwa dua anggota yang diberhentikan, yakni Bripka SAB dan Bripka WO, terbukti menerima suap terkait peredaran narkoba dari jaringan Fredy Pratama. Jaringan ini dikenal sebagai salah satu sindikat narkotika paling besar dan terorganisasi di Asia Tenggara.
“Dua anggota ini menerima sogokan untuk memuluskan jalur peredaran narkoba. Satu anggota lainnya, Bripka SPN, dijatuhi PTDH karena desersi atau meninggalkan tugas tanpa izin selama lebih dari 30 hari kerja berturut-turut,” ujar Arya dalam konferensi pers usai upacara.
Ketiganya tidak hadir dalam prosesi upacara PTDH, dan sebagai gantinya, foto mereka ditampilkan dengan tanda silang merah sebagai simbol pemberhentian.
Menurut Arya, proses pemecatan dilakukan setelah ketiga anggota tersebut menjalani pemeriksaan dan sidang kode etik oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polrestabes Makassar. Selain dijatuhi sanksi etik, dua tersangka kasus narkoba itu juga akan diproses secara pidana.
“Proses etik sudah kita selesaikan, dan pidananya akan dilanjutkan sesuai dengan hukum yang berlaku. Ini adalah komitmen kami untuk menindak tegas siapa pun, termasuk anggota sendiri, yang terbukti menyalahgunakan kepercayaan institusi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arya menyampaikan bahwa tindakan tegas ini merupakan implementasi dari instruksi Kapolri dan Kapolda Sulsel dalam memberantas narkoba hingga ke akar-akarnya, termasuk apabila melibatkan aparat internal.
“Ini peringatan keras bagi seluruh anggota. Jangan coba bermain-main dengan narkotika atau melanggar disiplin. Institusi ini tidak akan mentoleransi bentuk pelanggaran apa pun,” pungkas Arya.
Kejadian ini menjadi catatan penting bahwa reformasi institusi penegak hukum harus dimulai dari dalam. Upaya Polri dalam membersihkan institusi dari oknum bermasalah menjadi harapan publik untuk keadilan dan integritas yang lebih kuat. []
Nur Quratul Nabila A