Hindari Obat Pasien BPJS Kosong, RSUD Soedarso Pontianak Terapkan RKO

TERAPKAN RKO : Direktur RSUD Soedarso Pontianak, drg. Harry Agung Tjahyadi, M.Kes terapkan Rencana Kebutuhan OBat (RKO) guna menghindari kekosongan stok obat bagi pasien BPJS Kesehatan. (Foto : Istimewa)
PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Direktur RSUD dr Soedarso, Pontianak, drg. Harry Agung Tjahyadi, M.Kes menanggapi pernyataan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin soal kekosongan stok obat untuk pasien BPJS kerap terjadi di rumah sakit, di Indonesia termasuk RS milik Kemenkes RI.
Dalam statemennya Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, persoalan tersebut terjadi karena tata kelola rumah sakit yang belum optimal.
Menanggapi hal itu, Direktur RSUD dr Soedarso, Harry Agung Tjahyadi, buka suara dan membeberkan sejumlah faktor yang memengaruhi ketersediaan obat di rumah sakit, khususnya untuk pasien BPJS.
Menurut Harry, ketersediaan obat di rumah sakit sangat bergantung pada perencanaan kebutuhan tahunan yang tepat. Namun, dalam praktiknya, prediksi jumlah pasien kerap tidak sesuai dengan realitas di lapangan.
“Biasanya terjadi lonjakan pasien yang sangat tinggi di luar prediksi. Itu yang membuat kebutuhan obat jadi meleset dari perencanaan,” jelasnya.
Selain perencanaan, Harry menegaskan pentingnya dukungan anggaran. Tidak semua rumah sakit, terutama di daerah, memiliki pendapatan cukup dari status Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk membiayai seluruh kebutuhan obat.
“Kalau pendapatan rumah sakit tidak cukup, maka perlu ada subsidi atau dukungan anggaran dari pemerintah daerah. Ini penting agar pengadaan obat tidak terganggu,” ujarnya.
Harry mengungkapkan bahwa pihaknya di RSUD dr Soedarso telah menerapkan sistem perencanaan dan pengadaan yang matang. Rencana Kebutuhan Obat (RKO) disusun setiap tahun dan pengadaan dilakukan secara bertahap, baik per triwulan maupun per semester.
Namun demikian, ia tidak menampik adanya tantangan saat memasuki akhir tahun anggaran.
“Menjelang triwulan akhir, sering terjadi kekurangan stok dari distributor karena kendala nasional. Untuk mengantisipasi, kami biasanya mencari distributor lain atau mengganti obat dengan alternatif yang punya kandungan serupa,” paparnya.
Ia menyebut, dalam kondisi tertentu, pihak rumah sakit bahkan harus mencari stok obat dari provinsi lain yang masih tersedia, untuk dikirim ke Kalbar.
Harry menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen memastikan ketersediaan obat bagi pasien BPJS. Meski ada tantangan, koordinasi dengan penyedia obat terus dilakukan agar pelayanan kepada masyarakat tetap optimal.
“Kami tetap berusaha semaksimal mungkin. Kalau pun ada kendala stok secara nasional, kami tetap berkomunikasi dengan distributor di luar provinsi agar pasien tetap bisa mendapat obat,”pungkasnya.(rac)